1. Warna baru
“Entschuldigen Sie mir bitte !”, salah satu kalimat Bahasa Jerman yang masih saya ingat ketika pastor F80 (F+Eigthy) membawa suasana baru di Seminari Xaverius Kakaskasen di tahun sekitar tahun 1993-1994. Pada waktu itu nuansa kebahasaaan masih sangat kuat di Seminari Kakaskasen, kami masih mendapat pelajaran Bahasa Latin, Bahasa Inggris, Bahasa Perancis, Bahasa Jepang, Bahasa Indonesia dan Tulisan Arab-Melayu. Ketika Pastor F80 datang dengan segala kemampuannya dan memberi warna tersendiri di Seminari, mulailah diperkenalkan ilmu baru pada waktu itu: Public Speaking, Ilmu debat, Teater Rakyat, Seni drama dan Bahasa Jerman.
Kekayaan ilmu pelbagai Bahasa di Seminari Kakaskasen yang menjadi kebanggaan umat pada waktu itu semakin membuat para kami seminaris melambung karena Bahasa Jerman mulai diajarkan, walaupun untuk sementara tidak diajarkan untuk semua kelas, dan kebetulan kelas kami Poesis (dulu sejajar dengan kelas II SMU) mendapat kesempatan untuk boleh berbangga dan menikmati Bahasa Jerman. Lengkaplah sudah. Ungkapan kebanggaan umat pada waktu ketika berbicara soal seminari: “Ooooh kalu di seminari, dorang dapa 7 bahasa !” Dalam hal ini, ungkapan itu benar adanya, belum termasuk bahasa Tombulu yang setiap saat bisa terdengar dipakai oleh para penutur asli asal Woloan, Tara-tara, Walian, Kembes dan Rumengkor.
Pengaruh kuat kehadiran pastor F80 di Seminari sangat terasa juga di dalam Kapela. Banyak lagu baru mulai diperkenalkan, mulai dari lagu-lagu ordinarium missae yang sulit sampai lagu-lagu bernuasa ringan dan jenaka. Hampir setiap malam terdengar suara orang mengadakan latihan koor di balkon kapela dan aula, bahkan ketika anggota “Meja Pusat” mencuci piring pun lagu-lagu baru itu tetap bergema. Beberapa lagu yang masih tertanam dalam ingatanku antara lain Tiritomba, Io vivat, dan I love to play outside.dll. Setiap kelas/tingkat diminta untuk melatih lagu yang akan menjadi ciri pembeda dari kelas lain.
Setiap jam istirahat pasti dimanfaatkan untuk melatih lagu-lagu itu sampai betul-betul dikuasai, sehingga kapanpun kami diminta untuk mengisi acara, pasti ada lagu yang siap dipersembahkan. Sejak saat itu para seminaris seperti mendapat energi baru yang membuat kami berani tampil menyanyi di paroki-paroki besar antara lain di paroki Hati Kudus Yesus Kolongan Tomohon dan Paroki Ignatius Manado. Tak terbayangkan betapa bahagianya bisa menyanyi di luar seminari. Pastor F80 adalah pelatih dan dirigennya.
Drama kolosal Yusuf di Dotan pernah menjadi sajian pamungkas dalam beberapa acara seminari di era itu. Drama yang sangat panjang namun menarik itu beberapa kali dipentaskan di seminari, sutradaranya adalah pastor F80.
2. Jenaka
Sosok berbadan tinggi besar dan suara extra bass itu selalu menjadi pembeda di setiap acara apapun. Kalau ada acara sukacita maka kehadiran Pastor F80 akan semakin membuat acara itu semakin penuh sukacita. Keceriaan dan guyonannya yang berkelas dengan pilihan kata-kata yang selalu menarik membuat kehadiran Pastor F80 selalu dinikmati. Gaya “bakusedunya” bisa membuat orang yang terlibat dalam pembicaraan itu mengeluarkan airmata karena “saki puru tatawa”. Belum lagi jika diberi kesempatan menuntun acara “Pemotongan/pengirisan kue” syukuran ulang tahun, perkawinan, tahbisan, misa pertama, atau syukuran apapun itu, pasti ada orang yang akan hanyut dalam guyonannya, sungguh-sungguh menghibur dan membawa sukacita.
3. Pengkotbah ulung
Isi homili yang dibawakan oleh pastor F80 selalu menarik, cara membawakannya selalu membuat para pendengarnya merasa puas, tersentuh, dan tentu saja paham. Sekurang-kurangnya itulah kesaksian yang disampaikan oleh beberapa jemaat dari gereja lain ketika mengikuti misa pemakaman yang dibuat di luar gereja.
Dalam keadaan sakit Pastor F80 tidak menyerah, ia tetap setia mewartakan Sabda Tuhan lewat renungan-renungan yang ditulis dan diposting di akun Facebooknya setiap hari, kecuali dia berada di dalam situasi yang memang benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Beliau memanfaatkan perkembangan teknologi untuk hal-hal yang baik, benar dan berguna, bukan untuk postingan-postingan murahan dan tidak berguna bagi orang lain. Bahkan 5 jam sebelum kematiannya, ia masih sempat mewartakan sabda Allah lewat renungan yang diposting di FB. Renungan di Hari Minggu tanggal 29 Desember 2024 ketika Gereja merayakan Pesta Keluarga Kudus menjadi bukti bahwa pastor F80 sungguh-sungguh menghidupi imamatnya, ia menjadi pewarta dengan mengikuti perkembangan zaman.
Daya refleksinya tajam karena digali dari pengalaman hidupnya sebagai gembala selama bertahun-tahun dan diolah berdasarkan pesan Kitab Suci. Apalagi jika kita mendengar langsung bagaimana ia berkotbah, pasti akan sangat terasa indah karena public speakingnya hebat. Ditunjang dengan suaranya yang “goros dan berat” ia mampu membuat pendengar sampai terharu dan meneteskan airmata, di lain kesempatan ia mampu membuat pendengar tertawa terpingkal-pingkal bahkan ada yang sampai jatuh dari kursi. Intonasi suaranya selalu tepat, ekspresi mimik wajahnya selalu pas, gestur atau gerakan tubuhnya selalu seirama ketika ia menyampaikan pesan tertentu.
4. Istimewa di hati para Legioner
Tak terhitung berapa banyak doa Salam Maria yang sudah pernah terucap dari mulut para anggota Gerakan Doa Pasukan Maria. Bertahun-tahun lamanya ia mendampingi kelompok Legio Mariae. Sebagai Pemimpin Rohani Komisium Bunda Penasehat yang Baik Tomohon periode 2012-2015, ia sempat menciptakan lagu Mars Komisium Tomohon. Slokon, sebuah bukit perkebunan yang terletak di antara Woloan-Taratara pernah menjadi saksi di mana lantunan doa-doa dan lagu-lagu penghormatan kepada Bunda Maria bergema ketika para anggota Legio Mariae mengadakan pertemuan doa. Pastor F80 selalu punya hati untuk para penggiat Gerakan doa ini, dengan demikian Pastor F80 juga selalu ada di hati para anggota Legio Mariae. Benarlah ungkapan ini, “Anak-anak Maria tidak akan pernah hilang”.
5. Pastor F80 pergi di hari Minggu Pesta Keluarga Kudus
Tanggungjawabnya sebagai pastor paroki tetap dijalaninya dengan sukacita meskipun raganya yang perkasa itu sudah tampak melemah. Ia tidak mau melewatkan Pesta Keluarga Kudus berlalu begitu saja. Ia tidak menyerah dengan derita sakit yang sudah sekian lama dirasakannya. Ada banyak keluarga yang menanti berkat Tuhan lewat penumpangan tangannya. Inilah hari yang sangat Istimewa yang paling ditunggu oleh keluarga-keluarga katolik di mana mereka bisa boleh menerima berkat khusus dari tangan gembalanya, bercermin dari Keluarga Kudus Nazareth, Yesus Maria dan Yosef.
Di hari Minggu pagi ini pastor F80 mengunjungi umatnya di Stasi Christus Rex – Liningaan, ada keluarga-keluarga yang menanti penumpangan tangannya, tangan yang dulu disucikan oleh Mgr. Theodorus Moors MSC pada hari tahbisannya di tahun 1987. Tangan yang selama 37 tahun mengangkat piala Syukur dan memecah-mecahkan roti dan membagikannya kepada umat, tangan yang sudah selama 37 tahun diulurkan ke arah orang sakit yang membutuhkan doa dan sakramen orang sakit. Tangan yang selama 37 tahun menyiram dan mengurapi kepala orang yang dibaptis. Tangan yang sama yang selama 37 tahun telah memberkati pasangan-pasangan yang dipersatukan dalam sakramen perkawinan. Tangan itu kini telah terkunci diikat rosario.
Meminjam postingan dari Ibu Olfiane Kristin Timbuleng, tokoh umat dari Stasi Andreas Kinamang, izinkan saya mengutip sedikit kesaksian ibu sehubungan dengan harapan pastor F80: “…kalu kita pe ajal mo datang, kita nemau waktu kita ada di tampa tidor atau sementara istirahat. Kita suka ajal jemput pa kita di hari minggu, waktu kita sementara melayani. Lebe bagus kalu kita sementara ada pimpin misa”.
Pastor F80, harapanmu dipenuhi oleh Bapa sang pemilik kehidupan, selamat menikmati hidup baru bersama Bapa dan para kudus di Surga. Dalam hal ini saya hanya bisa berharap yang sama. Jika ada yang salah, maafkan aku, maafkan umatmu, “Entschuldigen Sie mir bitte !” (Don Shefry Topit)