Catatan Pendahuluan
Mengakhiri masa kepemimpinan pastoral Mgr. Josef Suwatan, MSC, dan mengawali kepemimpinan pastoral Mgr. Benedictus Rolly Untu, MSC, saya diminta untuk memberikan beberapa catatan berkaitan dengan kepemimpinan Pastoral di Keuskupan Manado, untuk menyajikan beberapa fakta dan sekaligus mengungkap beberapa harapan. Saya mengerti bahwa kepemimpinan pastoral dikupas pada kesempatan ini karena inilah yang menjadi dasar pijak dari maju mundurnya Gereja.
Pemimpin pastoral, yang kita mengerti dan yang seharusnya dipraktekkan Gereja adalah dia yang “datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani” (Mat. 20:28).
Fakta
Keuskupan Manado terbentang di 3 Provinsi: Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah. Ini adalah suatu wilayah pastoral yang luas. Biarpun demikian, hampir semua paroki (dan kuasi-paroki), dan stasi sudah dapat dijangkau dengan transportasi (darat, laut, udara) dan komunikasi. Karena itu penyebaran informasi dan kunjungan pastoral biasanya terjadi dengan baik dan lancar. Kondisi ini tentu saja sangat kondusif bagi pelaksanaan kepemimpinan pastoral.
Wilayah-wilayah pelayanan pastoral di Keuskupan Manado sudah dimekarkan menjadi 9 Kevikepan, yang terbentuk dari 61 Paroki dan 2 Kuasi-Paroki. Di samping itu, terjadi juga perkembangan di bidang pelayanan pastoral kategorial, sebagaimana yang dipetakan di kantor Pusat Pastoral Keuskupan Manado: ada 13 komisi yang menaungi kelompok-kelompok kategorial baik gerejani maupun sosial-kemasyarakatan, dan Karya Kepausan Indonesia. Kelompok-kelompok pelayanan doa dan bina iman, pelayanan sosial-kemasyarakatan, berkembang dengan subur. Begitu sering kita mendengar kegiatan kelompok-kelompok umat ini; hal ini menandakan betapa hidupnya persekutuan-persekutuan umat ini. Kerajinan beribadat, kesukaan berkumpul dan beracara, baik untuk peristiwa suka pun duka, mewarnai sebagian besar wajah gereja Katolik Keuskupan Manado ini.
Sarana-sarana pastoral di Keuskupan Manado dapat dikatakan sangat memadai. Pada umumnya untuk keperluan pelayanan pastoral, paroki-paroki diperlengkapi dengan kendaraan roda 4 dan (atau) roda 2. Begitulah juga ketersediaan pastoran bukan hanya di pusat paroki, melainkan juga hampir di semua stasi. Sarana peribadatan pun terus menerus bertambah banyak dan bertambah indah. Secara khusus, pantas ditegaskan, ketersediaan sarana dan prasarana pastoral ini terjadi karena kontribusi dan kerja keras umat awam yang dari waktu ke waktu memerlihatkan kedewasaan dan kemandirian mereka. Keterlibatan umat awam semakin menegaskan kemandirian Gereja lokal.
Kepemimpinan pastoral dijalankan oleh Uskup sebagai Ordinaris Wilayah Keuskupan Manado, dan dibantu oleh para imam, biarawan-biarawati, bahkan sejumlah umat awam. Dalam hitungan jumlah pemimpin pastoral, kita boleh bangga dan sekaligus bersyukur atas kecukupan tenaga pastoral. Para imam (Diosesan, MSC, OCD) terhitung cukup dan memadai untuk disebar di semua paroki dan lembaga pelayanan pastoral non-parokial. Biarawan-biarawati selalu siap sedia berpartisipasi dalam karya pastoral keuskupan, dan bahkan sejumlah umat awam yang membentuk tim pelayanan pastoral di pelbagai jenjang: Dewan Pastoral Paroki, Dewan Pastoral Stasi, Pengurus untuk Wilayah Rohani dan organisasi kategorial.
Tim pelayanan pastoral ini dikuatkan dengan semangat pemberian diri “kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan” (Luk. 17:10)
Kepemimpinan pastoral sangat kental dengan kolegialitas baik antar Uskup dengan para imam, antar para imam, pun antar para imam dengan rekan kerja lainnya, baik biarawan-biarawati pun awam. Semangat kolegialitas diwujudkan dalam strategi pelibatan sebanyak mungkin unsur dalam Gereja. Strategi ini disambut dengan sukacita oleh semua pihak.
Harapan
Tenaga pastoral sudah terbilang cukup memadai, sarana dan prasarana pastoral juga tidak berkekurangan. Biarpun demikian, di sana sini masih terdengar ungkapan “belum puas”. Untuk itu, mari simak beberapa harapan ini. Masih dibutuhkan kesatuan tekad dan kedalaman komitmen untuk berpastoral dalam naungan satu pemimpin dan dalam bingkai satu visi yang sama. Bernaung di bawah satu pemimpin pastoral dan berkarya dalam bingkai satu visi yang sama, kiranya akan lebih memerjelas arah perjalanan Keuskupan ke depan, sambil tahap demi tahap menetapkan prioritas capaian bersama.
Kepemimpinan pastoral mengutamakan kualitas hati. Dalam menjalankan kepemimpinan, kita sering mendengar perlunya kualitas pribadi dan manajerial. Dalam kepemimpinan pastoral, kita mengutamakan kualitas hati sebagaimana yang diminta oleh Yesus kepada Petrus. Pendalaman kualitas hati ini ditegaskan Yesus lewat pertanyaan sampai tiga kali kepada Petrus (Yoh. 21: 15-19): “apakah engkau mengasihi Aku?”. Suatu pertanyaan yang tentu saja mengusik ketenangan Petrus. Kualitas hati diwujudkan dalam tindakan mengasihi. Inilah tindakan yang terarah ke luar diri sendiri: berjumpa dengan orang lain dan peduli dengan keberadaan mereka. Kepada Petrus hendak diberikan kepercayaan besar ini, yaitu: menggembalakan para murid, menjaga mereka sedemikian rupa sehingga tidak ada yang hilang. Kepercayaan besar, berat dan mulia ini hanya bisa dijalankan dengan baik bila pemimpinnya teruji dalam kualitas hati.
Salah satu manifestasi dari kualitas hati adalah mengoptimalkan pastoral inkarnasi. Belajar dari misteri inkarnasi: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh. 1:14), kepemimpinan pastoral ditandai dengan keputusan untuk “bertolak ke tempat yang dalam” (Luk. 5:4): untuk menyentuh apa yang menjadi pusat dan utama dalam pergumulan hidup kaum beriman. Pastoral tidak hanya bersentuhan dengan apa yang tampak di permukaan. Perjumpaan gembala dengan dombanya tidak sekedar basa basi. Untuk masuk lebih dalam, dibutuhkan kebijakan pastoral: memperpanjang masa kunjungan pastoral sehingga ada waktu untuk “ada di antara”, berjumpa dan berkomunikasi lebih personal dan lebih dalam dengan umat; di situlah gembala dapat mendengarkan lebih, yang membuka peluang diambilnya kebijakan pastoral yang berpijak dan berpihak.
Catatan penutup
Akhirnya: “terima kasih Mgr. Josef Suwatan, MSC. Atas cara tersendiri, Mgr. sudah menggerakkan dan mengajak rupa-rupa pihak untuk melibatkan diri dalam pengembangan gereja katolik di Keuskupan Manado ini. Mgr. sudah mengajak keluarga besar umat katolik Keuskupan Manado untuk selalu percaya akan kuasa kasihNya lewat motto: Credidimus caritati”; dan “selamat datang dan berkarya Mgr. Benedictus Rolly Untu, MSC. Dengan motto In lumine Tuo, videmus lumen, Mgr. mau hadir di Keuskupan Manado ini dalam tuntunan Terang ilahi, untuk mengarahkan perjalanan ke depan keluarga besar umat katolik Keuskupan Manado ini sedemikian rupa, sehingga pada waktunya dapat melihat Terang itu”
P. Johanis Josep Montolalu.-