Pastor Fransiscus Antonio Runtu Pr., dari Paroki Bunda Teresa, Griya Paniki Indah, menyampaikan refleksi mendalam pada perayaan Ekaristi Hari Minggu Biasa XXXII, 10 November 2024. Ia menyoroti bacaan Injil Markus 12:38-44 yang mengingatkan umat agar berhati-hati terhadap ahli-ahli Taurat yang menggunakan agama demi keuntungan pribadi.
“Bacaan injil Markus 12:38-44 hari ini dimulai dengan hati-hatilah terhadap ahli-ahli taurat yang suka berjalan-jalan dan suka mengatakan yang hebat-hebat dengan maksud sebenanrya untuk kepentingan diri sendiri,” tukas Pastor Fransiscus Runtu.
Pastor Fransiscus menekankan bahaya motivasi yang salah dalam tindakan berbagi dan berderma. Menurutnya, liturgi bukanlah ajang untuk mengumpulkan kekayaan atau mencari kesempatan meminta-minta. “Itu yang kita cemaskan, berdosalah kita yang menggunakan kata-kata injili, menggunakan sarana, ruang peribadatan liturgis dengan maksud untuk mengumpulkan banyak hal. Sesudah misa ada kelompok datang menyanyi dan mulai beredar aksi 2 menit. Itu tidak ada dalam liturgi. Itu menggunakan kesempatan liturgi untuk minta-minta. Silahkan cari waktu yang lain,” tandasnya.
Pastor Angki sapaan akrabnya membandingkan derma yang diberikan umat. Pastor menggambarkan saat derma ada uang yang menderita sekali, ada juga uang yang tidak menderita. Semakin rendah nilai uang itu semakin menderita, semakin besar nilainnya uang itu tidak menderita. “Lihat saja ada uang derma yang lipatan sampai 8 atau 9 kali, bahkan diramas lagi. Kita harus berterima kasih karena itu pemberian orang yang sayang sekali dengan uang itu sampai dilipat-lipat dan diramas bae-bae dan akhirnya harus terlepas darinya untuk derma. Nilai pemberian yang sejati terletak pada pengorbanan, bukan nominal,” sebut Pastor Angki.
Cerita tentang janda miskin yang memberi dari kekurangannya menjadi sorotan Pastor Fransiscus sebagai contoh pemberian sejati. Ia mengingatkan bahwa aksi puasa dan pantang (APP) akan lebih bermakna bila dilakukan dengan ketulusan dan pengorbanan, bukan dari kelebihan yang tersisa.
Pastor Angki juga menyinggung tentang kebiasaan umat yang sibuk dengan kesenangan pribadi. Misalnya, ibu-ibu yang terlalu asyik menonton drama Korea hingga mengabaikan tugas rumah tangga, atau bapak-bapak yang menyesuaikan waktu ibadah dengan jadwal pertandingan bola. Kesibukan pribadi semacam ini kadang mengganggu pelaksanaan ibadah dan pengabdian rohani.
“Khususnya ibu-ibu, mengaku sibuk, urus pekerjaan, keluarga, arisan, pulang sudah sore menjelang malam. Tetapi meskipun ibu-ibu sibuk tetapi masih ada waktu nonton drama korea. Nonton drama korea termasuk ibu-ibu pe kesibukan. Bahkan karena kesibukan itu ibu-ibu tidak setrika baju suaminya karena nonton drama korea. Bahkan kesibukan nonton drama korea itu ada yang mengabaikan ibadah. ibadah wilayah rohani disesuaikan dengan waktu nonton drama korea. Begitu juga bapak-bapak yang hobi bola, pertemuan KBK disesuaikan dengan jam pertandingan piala dunia,” ujarnya, seraya menambahkan berbela rasa, berbagi, mewujudkan kasih, bukan soal berapa banyak yang kita berikan, tetapi apakah kita mau berbagi dan itu kualitas tertinggi.
Dalam dua minggu menjelang Hari Raya Kristus Raja, Pastor Fransiscus mengajak umat untuk merenungkan makna berbagi yang sejati. Berbagi tidak hanya soal materi, tetapi juga melibatkan waktu, tenaga, dan pikiran yang tulus untuk sesama. Iman bukanlah tentang banyaknya pemberian, melainkan kualitas kasih yang tulus di baliknya.(Roy)