Berbicara kepada delegasi dari Asosiasi Komunitas Afghanistan di Italia, Paus Fransiskus menegaskan kembali bahwa agama tidak boleh digunakan untuk menghasut kebencian dan kekerasan, tetapi untuk mempromosikan persaudaraan antar manusia.
Oleh Lisa Zengarini
“Tidak ada yang boleh menggunakan nama Tuhan untuk menyebarkan penghinaan, kebencian, dan kekerasan terhadap orang lain,” tegas Paus Fransiskus pada hari Rabu saat bertemu dengan anggota Asosiasi Komunitas Afghanistan di Italia sebelum Audiensi Umumnya.
Asosiasi tersebut adalah jaringan pria dan wanita Afghanistan yang tinggal di Italia yang mendukung integrasi pengungsi Afghanistan ke dalam masyarakat Italia dan mempromosikan dialog serta penghormatan terhadap hak asasi manusia dari semua komunitas etnis.
Situasi “tragis” di Afghanistan
Membuka pidatonya, Paus mengingat peristiwa tragis yang dialami Afghanistan dalam beberapa dekade terakhir yang ditandai oleh ketidakstabilan, perang, perpecahan internal, dan pelanggaran sistematis terhadap hak asasi manusia yang mendasar yang telah memaksa banyak orang untuk mengungsi.
Dia menyayangkan bahwa keberagaman etnis yang menjadi ciri masyarakat Afghanistan “kadang-kadang digunakan sebagai alasan untuk diskriminasi dan pengecualian, bahkan penganiayaan.”
“Kalian telah mengalami masa tragis, dengan banyak perang.”
AGAMA SEHARUSNYA MEMBANTU MENGURANGI PERBEDAAN
Dalam konteks yang sulit ini, dia mencatat, agama seharusnya membantu mengurangi perbedaan dan menciptakan ruang dimana setiap orang diberikan hak kewarganegaraan penuh tanpa diskriminasi. Sebaliknya, “agama dimanipulasi” dan digunakan sebagai instrumen kebencian untuk memicu konfrontasi yang mengarah pada kekerasan.
Karena itu, dia mendorong anggota jaringan Afghanistan untuk melanjutkan “usaha mulia mereka untuk mempromosikan harmoni agama” dengan berupaya “mengatasi kesalahpahaman antara berbagai agama untuk membangun jalur dialog dan perdamaian yang saling percaya.”
MEMPROMOSIKAN PERSAUDARAAN MANUSIA, BUKAN KEBENCIAN DAN KEKERASAN
Dalam hal ini, Paus Fransiskus mengingatkan Dokumen tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama yang dia tandatangani di Abu Dhabi pada 4 Februari 2019 dengan Imam Besar Al-Azhar. Dokumen bersejarah tersebut menyatakan bahwa “agama tidak boleh menghasut perang, sikap benci, permusuhan, dan ekstremisme, atau menghasut kekerasan atau pertumpahan darah”, yang, katanya, adalah “konsekuensi dari penyimpangan dari ajaran agama” dan “hasil dari manipulasi politik terhadap agama.”
Paus mengingat bahwa seruan mereka juga berlaku untuk perbedaan etnis-linguistik-budaya yang dapat hidup berdampingan secara damai dengan mengadopsi “budaya dialog sebagai jalan; kerjasama timbal balik sebagai kode etik; dan saling pengertian sebagai metode dan standar.”
Dia dengan demikian mengungkapkan “harapan besar” bahwa “standar ini akan menjadi warisan bersama dan dengan demikian mempengaruhi pemikiran dan perilaku orang”, mencatat bahwa jika diterapkan di Pakistan, mereka juga akan bermanfaat bagi komunitas Pashtun di sana.
“Saya telah melihat bagaimana dibeberapa negara Afrika dimana ada dua agama penting – Islam dan Katolik – pada saat Natal, umat Muslim datang untuk memberi salam kepada umat Kristiani dan membawa domba dan barang-barang lainnya, dan untuk Perayaan Kurban, umat Kristiani datang kepada umat Muslim dan membawa barang-barang untuk perayaan mereka: ini adalah persaudaraan sejati dan ini indah.”
MEMBANGUN MASYARAKAT DI MANA TIDAK ADA YANG DIDISKRIMINASI
Paus Fransiskus mengakhiri dengan memohon kepada Tuhan untuk “membantu para pemimpin pemerintahan dan rakyat dalam membangun masyarakat dimana semua orang diberikan hak kewarganegaraan penuh dengan hak yang sama; dimana setiap orang dapat hidup sesuai dengan kebiasaan dan budaya mereka sendiri (…), tanpa penyalahgunaan kekuasaan atau diskriminasi.”
Sumber: https://www.vaticannews.va/en.html
Diterjemahkan dari: https://www.vaticannews.va/en/pope/news/2024-08/pope-to-afghan-group-no-one-can-invoke-god-s-name-to-foment-hate.html