Beberapa perumpamaan dalam injil membuat kita risih dan bingung. Namun dalam konteks Kitab Suci, menurut Pastor Petrus Tinangon PR dalam homili perayaan ekaristi Minggu Biasa XXV, Minggu (24/09/2023) bahwa Yesus mau menegaskan bahwa masing-masing kita bernilai tak terhingga di mata Allah Yang Maha Kuasa.
Minggu Biasa XXV dibacakan Injil Matius 20 : 1-16 tentang perumpamaan pekerja yang bekerja sejak pagi dan pererja yang baru saja bekerja setelah sore. Menurut Pst. Tinangon, setiap kali perumpaan didengungkan kita merasa risih dan bingung, masakan Tuhan Yesus mempromosikan ketidakadilan. “Lucunya lagi si pengkotbah perumpamaan Yesus ini mengatakan segi empat apa yang kita tahu bulat. Artinya berupaya mengatakan yang kita tahu tidak adil menjadi adil. Termasuk menjelaskan komitmen awal, kita bayangkan orang yang datang terakhir mendapat upah sama dengan yang datang dari pagi. Tetapi jika kita tempatkan dalam konteks kitab suci maka perumpamaan ini tidak akan terasa tidak masuk akal,” tutur Tinangon.
Lanjut Tinangon, perumpamaan Injil tentang hamba yang tidak mau mengampuni, mengandung pesan Allah yang maha mengampuni orang yang berhutang besar. Lantas kisah domba yang hilang, tentang koin dari perempuan yang tercecer dan anak yang hilang. “Dalam semua cerita itu kita melihat Allah Yang Maha Kuasa bersikap pada kita menurut cara yang kita tidak harapkan. Semua menunjukan Allah yang datang kepada kita dengan cinta dan belas kasih, bukan sebagai hakim yang menjatuhkan hukuman atas dosa-dosa kita,” sebut Tinangon dalam misa.
Menurutnya, tidak ada raja di abad bertama yang mau menghapus utang yang luar biasa besar, sebagaimana tidak ada bank di jaman modern ini yang akan memutihkan ratusan juta rupiah utang kartu kredit. Tidak ada gembala yang pakai otak mau meninggalkan 99 dombanya dengan resiko 99 domba itu akan tercerai-berai hanya karena untuk mencari satu ekor domba saja yang hilang. Tidak ada wanita waras yang mau bolak-balik menyapu lantai hanya untuk mencari satu koin saja yang tercecer. Begitu juga, tidak ada ayah di abad pertama yang memberi maaf pada putranya yang memberontak, berlari-lari menyambut dan memestakannya. Ayah yang benar pasti akan mengetes dahulu apakah putranya serius bertobat atau tidak.
“Begitu juga perumpamaan hari ini. Para pekerja yang susah-susah bekerja sepanjang hari di bawah terik matahari merasa ditipu dengan pekerja yang hanya bekrja hanya sejam saja sebelum masa kerja habis ternyata menerima upah yang sama dengan mereka. Dalam semua perumpamaan itu Yesus mau menegaskan bahwa masing-masing kita bernilai tak terhingga di mata Allah. Siapa pun kita, atau apa pun yang kita sudah buat, berapa lama kita sudah bekerja,” ungkap Pastor Petrus Tinangon.(Roy)