(Sebuah cerita imajinatif untuk membawa diri kita berada di tahun bersejarah masuknya kembali Gereja Katolik di Keuskupan Manado 154 tahun silam. Mari tempatkan diri kita masing-masing pada kata “SAYA” agar kita merasa dekat dengan peristiwa 154 tahun lalu).
Jam 5 pagi 19 September 1868 saya bagun dan bergegas untuk mempersiapkan diri pergi ke rumahnya Pendeta Schaafsma untuk membantu Pater Johanis de Vries SJ dalam pelaksanaan Misa bersama Daniel Mandagi serta orang-orang lain yang akan menerima Sakramen Permandian.
Tidak ada alat transportasi waktu itu, jadi saya berjalan kaki dari rumah ke rumahnya Pendeta Schapman pada jam 6.00. Setibanya di rumah Pendeta Schapman, saya pun melihat Pater Johanis de Vries SJ nampaknya baru bangun.
Saya sapa “selamat pagi Pater” dan dibalas dengan ucapan yang sama. Sebelum bergegas mandi dan mempersiapkan diri, Pater Johanis de Vreis SJ mengatakan ”apa bisa bantu saya carikan beberapa anak-anak untuk bertugas sebagai Misdinar?” saya jawab “baik Pater”. Saya pun langsung bergegas mencari anak-anak yang dimaksud.
Jawaban spontan itu justeru menjadi boomerang bagi saya, karena pada waktu itu tidak ada yang bersedia, karena yang ada adalah mereka yang mau menerima Sakramen Permandian, jadi tidak mungkin menjadi Misdinar.
Pukul 7.30 saya kembali ke rumahnya Pendeta Schapman. Begitu tiba, saya melihat Pater Johanis de Vries SJ sedang duduk memegang Buku Misa ditemani dengan secangkir kopi panas. Saat melihat saya, Pater Johanis de Vries SJ langsung bertanya “Bagaimana, apakah kamu mendapatkan anak-anak untuk berugas sebagai Misdinar?” Saya pun dengan sedikit rasa was-was menjawab ”maaf Pater ternyata tidak ada. Mereka yang ada ini mau menerima Sakramen Permandian jadi tidak mungkin bertugas sebagai pelayan altar”. Pater Johanis de Vries SJ pun mengatakan “Ya sudah, tidak apa-apa. Kamu saja yang bantu saya” dan saya pun menjawab “baik Pater”.
Percakapan pun tak sampai disitu. Pater Johanis de Vries SJ berkata lagi “kalau begitu mari temani saya dan Pendeta Schapman untuk sarapan dan setelah itu kita langsung persiapkan Misa” saya menjawab “baik terima kasih Pater”.
Setelah sarapan, saya dan Pater Johanis de Vries SJ kembali duduk di teras rumah Pendeta Schapman dan bincang-bincang tentang Daniel Mandagi. Pater Johanis de Vries SJ bertanya “apakah kamu kenal dengan Bapak Daniel Mandagi?” saya menjawab “banar Pater saya kenal. Bapak Daniel adalah seorang keturunan Belanda nama orang tuanya adalah van Leuwen”. Kembali lagi Pater Johanis de Vries berkata “kenapa disini banyak sekali pohon kopi ya?” saya pun menjelaskan sedikit “perkebunan kopi yang ada ini adalah peninggalan VOC Pater”.
Tak terasa beberapa jam berbincang dengan Pater Johanis de Vries SJ hingga waktu sudah menunjukkan hampir jam 10. Pater Johanis de Vries SJ pun mengatakan “baik kalau begitu, terima kasih atas ceritanya pagi ini. Mari kita persiapkan Misa”. Saya berkata “baik Pater. Apa yang bisa saya bantu?” Pater Johanis de Vries SJ berkata “tolong kamu atur meja untukdijadikan altar, letakkan dua lilin di sisi kanan dan kiri meja dan hias sedikit dengan bunga-bunga yang ada, tapi ingat kamu harus minta ijin dahulu sama Pendeta Schapman”. Saya menjawab “baik Pater”.
Sambil mempersiapkan apa yang diminta Pater Johanis de Vries SJ, saya melihat Bapak Daniel Mandagi datang membawa anaknya Demol Mandagi kemudian diikuti oleh orang lain yang akan menerima Sakramen Permandian. 15 menit sebelum mulai Misa, Pater Johanis de Vries SJ kembali memastikan apakah semua persiapan sudah siap “bagaimana sudah siap?” saya menjawab “sudah Pater, termasuk air dan wadahnya yang akan digunakan untuk Sakramen permandian sebentar”. Kata Pater Johanis de Vries SJ “bagus, terima kasih. Kalau begitu tolong kamu ambilkan Buku Misa dan Kitab Suci di atas meja yang ada di teras rumah tadi” saya menjawab “baik Pater”. Dan Misa pun dimulai, sementara saya duduk di sebelah kanan tempat Pater Johanis de Vries SJ duduk yang berjarak beberapa langkah sambil memperhatikan instruksi untuk membantunya layaknya seorang Misdinar.
Selesai Misa, Pater Johanis de Vries SJ mengatakan “coba kamu bantu saya untuk mengatur persiapan untuk pemberian Sakramen Permandian seperti yang sudah saya sampaikan kepada mereka semua kemarin malam” saya menjawab “baik pater”. Tak lama setelah itu upacara pemberian Sakramen Permandian pun dimulai dan berakhir dengan baik. (Sayang waktu itu belum ada kamera digital dan tidak ada tukang foto yang bisa menabadikan momentum bersejarah tersebut).
Setelah semua rangkaian acara selesai, Pater Johanis de Vries SJ memberikan ucapan selamat kepada Daniel Mandagi dan anak-anak yang dipermandikan waktu itu, sambil menitipkan pesan bahwa sebentar malam jam 7 ada pertemuan bersama untuk menerima pelajaran agama. Setelah mereka yang dipermandikan kembali ke rumah masing-masing, saya diminta Pater Johanis de Vries untuk membenahi tempat yang digunakan untuk Misa dan pemberian Sakramen Permandian. Pater Johanis de Vries SJ berkata “terima kasih kamu sudah membantu saya” saya pun berkata ”sama-sama Pater”.
Setelah semua pekerjaan yang diminta selesai, saya kembali diajak untuk duduk di teras rumah bersama Pater Johanis de Vries SJ. Dalam perbincangan singkat Pater Johanis de Vries SJ berkata “siapa yang mengajarimu tentang tugas-tugas sebagai Misdinar atau pelayan altar?” yang berkata “Bapak Agustinus Najoan Pater, karena dia adalah Pembina Putera-Puteri Altar di Paroki”.
Setelah itu saya diajak untuk makan siang bersama dan kemudian mohon ijin untuk pamit pulang ke rumah karena hari sudah hampir sore. Pater Johanis de Vries SJ berkata “sebentar malam jam 7 kalau ada waktu kamu juga bisa hadir untuk mendengarkan pengajaran agama”dengan sedikit tertawa saya menjawab “baik, saya akan datang sebelum jam 7”.
Sampai di rumah ibu saya berkata “darimana kamu sudah hampi sore baru pulang rumah?” saya berkata “dari rumahnya Pendeta Schapman membantu Pater Johanis de Vries SJ melaksanakan Misa dan Pemberian Sakramen Permandian. Tapi sebentar malam lagi akan kembali”. Ibu pun berkata “ya sudah, kamu istiraha saja dulu. Kalau belum makan di atas meja ada makanan” saya menjawab “terima kasih bu, saya sudah makan dengan Pater Johanis de Vries SJ”.
Jam 4 sore saya bangun dan mempersiapkan diri untuk bergegas kembali ke rumahnya Pendeta Schapman untuk mengikuti pengajaran agama yang akan disampaikan Pater Johanis de Vries SJ kepada mereka yang baru mendapatkan Sakramen Permandian.
Jam 6 sore saya tiba di rumahnya Pendeta Schapman dan lagi-lagi saya melihat Pater Johanis de Vries SJ sedang duduk dengna memegang sebuah buku bacaan rohani di teras rumah. Saya berkata “selamat sore Pater” dan Pater pun membalas “hai, selamat sore juga. Mari duduk sejenak disini. Apa kami melihat mereka yang dipermandikan sudah ada?” saya berkata “sudah Pater”. Pater Johanis de Vries SJ pun berkata “baik, kalau begitu setengaj jam lagi kita temui mereka” saya berkata “baik Pater. Maaf, kalau boleh bertanya itu buku apa yang sedang dibaca?” Pater pun menjawab “o, ini adalah buku bahan katekese bagi umat yang baru menerima Sakramen Permandian”. Setelah berbincang sejenak, kami pun bergegas menemui Bapak Daniel Mandagi dan anak-anak yang telah menerima Sakramen Permandian.
Setelah pengajaran agama selesai dan mereka yang mengikutinya telah bergegas kembali ke rumah masing-masing, Pater Johanis de Vries SJ kembali mengajak saya untuk duduk sejenak di teras rumah. Saat itu Pater Johanis de Vries SJ berkata “terima kasih kamu sudah membantu saya sepanjang hari ini, sehingga baik pelaksanaan Misa tadi siang, upacara pemberian Sakramen Permandian dan pengajaran agama malam ini boleh berjalan dengan baik. Kamu mau minta apa dari saya?” saya pun berkata “saya minta berkat saja dari Pater”.
Dan saya pun mendapatkan berkat istimewa dari Pater Johanis de Vries SJ. Setelah itu saya pamituntuk pulang. Berjarak beberapa langkah meninggalkan teras rumah, Pater Johanis de Vries SJ berkata, saya doakan kamu, siapa tahu nanti bisa jadi Imam Jesuit” saya hanya membalas dengan satu kata “amin”.
Beberapa hari hari setelah momentum bersejarah itu, akhirnya tibalah saatnya Pater Johanis de Vries SJ hendak meninggalkan Langowan dan kembali ke Pulau Jawa. Saya pun tak ketinggalan untuk bertemu untuk yang terakhir kalinya. Pater Joanis de Vries SJ berkata “terima kasih atas bantuanmu selama saya berada di Langowan” saya menjawab “terima kasih juga Pater atas pertemuan dan pengalaman indah selama berada disini. Ini bingkisan kecil. Isinya kopi bubuk, siapa tahu di perjalanan bisa bermanfaat untuk menghangatkan badan” kata Pater “terima kasih atas oleh-olehnya”.
Dan sejak saat itu, saya pun tidak lagi pernah bertemu dengan Pater Johanis de Vries SJ. Masih teringat apa yang dikatakannya “siapa tahu nanti bisa menjadi Imam Jesuit”. Namun setelah dipikirkan dengan kenyataan saat ini, jika saya menjadi imam, lalu siapa yang akan menulis pengalaman bersama Pater Johanis de Vries SJ ini…..????? Rasanya tidak terlalu penting mau jadi apa saatini, yang jelas sejauh mana hati dan tindakan kita digunakan untuk membantu pekerjaan Tuhan melalui hamba-hambanya.
Selamat memperingati 154 tahun kembalinya iman Katolik melalui pembaptisan Pater Johanes De Vries SJ 19 September 1868 di Paroki St. Petrus Langowan. (sumber: Franky Wulur; Komsos Langowan)