Langowan – Hingga 156 tahun berlalu sejak terjadinya momentum bersejarah pada 18 dan 19 September 1868 silam, tidak ada yang tahu pasti seperti apa suasana Langowan saat kedetangan Pater Johanes de Vires SJ setelah berlayar dari Pelabuhan Kema.
Jauh sebelum terjadinya peristiwa iman pembaptisan oleh Pater Johanes de Vreis SJ, di Langowan lahirlah seorang anak bernama Rompoliu Mandagi pada 2 Agustus 1815.
Sekitar 35 tahun kemudian, jejak Rompoliu Mandagi tercatat di Buku Baptis Gereja Katolik Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria Kepanjen, Surabaya.
Pada register nomor 141 tahun 1850 Liber Baptizotorum, tercatat ada nama Jonas Daniel Rompoly (namun tidak mencantumkan marga Mandagi) dengan keterangan tambahan “Langowan (Manado)” serta tulisan “Parentum Infidelium” tertanggal 19 Juni 1850.
Pada 9 Oktober 1853 ada baptisan anak bernama Esheuterus Rompoly Mandagie dengan nama orangtua Jonas Daniel Rompoly Mandagie dan Laurine Maria.
Catatan baptisan kedua ini semakin memperkuat bahwa Rompoly Mandagi dapat tambahan nama saat dia dibaptis di Surabaya saat menjalani dinas militer di Jawa sebagai Tentara KNIL.
Sebagaimana tulisan John Dion Mandagi, salah satu cece dari Daniel Mandagi, bahwa kakeknya itu kembali pulang ke Langowan tahun 1861 dan dikaruniai anak yang diberi nama Demol Mandagi pada tahun 1864 setelah menikah dengan perempuan bernama Tentji Londah.
Dari peristiwa inilah skenario Tuhan mulai bekerja, dimana di dalam hati Daniel Mandagi, ia menginginkan agar anaknya mendapat sakramen pembaptisan secara Katolik.
Namun sayangnya di Langowan zaman itu tidak ada imam Katolik, melainkan hanya misionaris Protestan yang diutus oleh badan penginjilan asal Belanda yaitu Netherland Zendeling Genoszchape (NZG).
Dalam pergumulan atas situasi tersebut, Daniel Mandagi berpekat dengan istrinya Tentji Londah untuk mencari jalan keluar terbaik.
Maka Daniel Mandagi memberanikan diri untuk menulis surat kepada Uskup Batavia Petrus Maria Vrancken.
Hasilnya tidak mengecewakan, karena setelah mempelajari isi surat Daniel Mandagi, skhirnya Mgr. Vrancken menugaskan Pater Johanes de Vries SJ dari Ambarawa (Paroki St. Yusuf Ambarawa saat ini) untuk datang ke Manado.
Sesuai dengan catatan sejarah yang ada dalam buku “140 Tahun Permandian Pertama Umat Katolik di Paroki St. Petrus Langowan – Keuskupan Manado”, setelah melakukan pembatisan sejumlah orang di Kema, Pater Johanes de Vries SJ tiba di Langowan tanggal 18 September 1868.
“Saya yang turut menjemput Pater Johanes de Vries SJ merasa senang karena umat yang rindu mendapatkan pelayanan sakramen bisa segera terlaksana. Sejenah saya memperkenalkan diri dan menawarkan bantuan untuk dihantar menuju ke rumahnya Major Thomas Sigar untuk melapor.
Setelah melapor, saya menemapi Pater Johanes de Vries SJ ke rumah tumpangan yang ditinggali oleh Pendeta Abraham Obez Schaafsma.
Setelah tiba di rumahnya Pendeta Schaafsma, saya diminta untuk pergi membanggil Daniel Mandagi untuk segera menemui Pater Johanes de Vries SJ.
Saya pun melakukan apa yang diminta oleh Pater Johanes de Vries SJ dan segera bergegas untuk memanggi Daniel Mandagi.
Dalam percakapan tersebut, saya mendengar seakan Pater Johaens de Vries SJ menanyakan apakah benar Daniel Mandagi yang menulis surat kepada Uskup Vrancken untuk meminta seorang imam agar dapat memberikan pelayanan Sakramen Permandian kepada anaknya.
Daniel Mandagi pun menjawab, bahwa memang benar surat tersebut adalah tulisan tangannya kepada Mgr. Vrancken.
Saya juga mendengar informasi yang disampaikan Pater Johanes de Vries SJ kepada Daniel Mandagi bahwa pada keesokan harinya tanggal 19 September 1868 akan dilakukan kurban Misa pada jam 11 siang.
Setelah itu akan dilanjutkan dengan upacara pemberian sakramen permandian kepada beberapa orang yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Setelah mendengar hal itu, saya pamit pulang kepada Pater Johaens de Vries SJ karena waktu sudah cukup larut malam.
Pater Johanes de Vries SJ pun berkata kepada saya bahwa besok pagi jangan lupa datang untuk membantu persiapan pelaksanaan Misa dan upacara pemberian Sakramen Permandian……… (bersambung)
Catatan: Tulisan ini dibuat dengan menggabungkan beberapa sumber literatur dengan kisah imajinatif dengan tujuan untuk membawa pembaca seakan berada pada waktu dimana peristiwa iman itu terjadi.
(Frangki Wullur)