Merenungkan Sabda
Rabu, 12 Juni 2024
Pekan Biasa X
(1Raj.18:20-39, Mat.3:17-19)
Landasan Aturan adalah Kasih
Menarik kita merenungkan ungkapan Yesus: “jangan kalian menyangka, bahwa aku datang untuk meniadakan hukum taurat……, melainkan untuk menggenapinya”. Bukankah banyak hukum dalam PL yang sepertinya diubah oleh Tuhan Yesus, misalnya soal tata cara penyembahan, persembahan, penyembuhan, dan lain-lain. Bagaimana Yesus mengatakan bahwa Ia datang untuk menggenapinya.
Bagi Yesus, hukum bukan sekedar mengetahi dan menghafalnya. Dan ketika orang tidak melaksanakan apa yang tertulis, lalu dianggap melanggar hukum atau aturan. Betapa repotnya jika hukum Taurat hanya dipandang sebagai aturan yang harus dipatuhi secara hurufiah. Yang penting bagi Yesus adalah memahami semangat dasar dari hukum itu sendiri. Ketika Yesus ditanya manakah hukum yang utama dan terutama? Yesus menegaskan adalah hukum kasih. Dari ratusan hukum dan aturan dalam Taurat, hukum Kasih ini menjadi dasarnya. Di sinilah Yesus menggenapi seluruh hukum Taurat itu. Dia bertindak bukan berdasarkan kata per kata dalam aturan agama Yahudi, tetapi bertindak berdasarkan belas kasih kepada Sesama. Ketika melihat orang yang sudah menderita sakit pendarahhan 12 tahun, yang kerasukan di bait Allah, meskipun hari sabat, Yesus meneyembuhkan mereka karena belas kasih. Di sinilah Yesus menggenapi hukum taurat itu.
Dalam gereja ada hukum dan aturan-aturan. Aturan yang kita gunakan sudah dipraktekan sejak lama dan terus menerus diperbaharui sesuai zaman. Ada hukum Gereja yang menjadi ketentuan untuk mengatur kehidupan umat beriman awam, Klerus, selibat, biarawan-biarawati, sakramen-sakramen, tentang harta benda gereja, dll., yang tertera dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK). Hukum ini bukan muncul baru kemarin dan tiba-tiba, tetapi sudah direfleksikan dan melewati berbagai macam prosess sehingga menjadi suatu hukum atau aturan dalam kehidupan gereja. Aturan dubuat agar ada acuan yang mengatur kehidupan gereja sehingga semua orang baik pejabat gereja maupun umat seluruhnya mematuhi ketentuan hukum tersebut. Jika semua umat percaya menjalankan kehidupan imanya berdasarkan selera masing-masing pastilah akan menimbulkan kekacauan dan akan terjadi perpecahan.
Tujuan aturan ini tidak lain adalah demi kebaikan hidup bersama; memupuk kebersamaan dan tentu demi keselamatan umat beriman. Namun, seperti semangat Yesus, kita menjalankan semua ketentuan hukum ini selalu dalam semangat Kasih. Jika kita memiliki kasih kepada Tuhan dan kepada Gerejanya aturan-aturan tidak mengikat kebebasan kita. Tetapi kalau kita menjalankan aturan tidak dilandasi semagat kasih maka aturan itu kita lihat sebagai satu beban hidup dan menjadi polemik dalam diri kita sendiri.
Semoga ketententuan-ketentuan dalam kehidupan gereja selalu dilihat dalam semangat kasih kepada Tuhan dan kepada GerejaNya. Amin.
AMDG. Pst.Y.A.
St. Ignatius, Manado