Maria dipilih oleh Allah untuk mengandung dan melahirkan Yesus Sang Penyelamat. Selain dipilih oleh Allah, Maria juga menjawab komunikasi dari Allah. Komunikasi ini dapat terjadi karena ada tawaran dari Allah dan ada jawaban dari manusia. Seperti dikatakan dalam Angelus “Maria menerima kabar dari Malaikat Tuhan”. Sebab seandainya Maria tidak menerima kabar dari malaikat maka tidak terjadi komunikasi antara Allah dan manusia, keistimewaannya penerimaan Maria ini menyatakan kesediaannya menanggung semua resiko. Bahwa seorang yang mengandung di luar nikah, bisa dihukum mati dirajam menurut hukum Musa dan ia menerima resiko tersebut demi terwujudnya rencana Allah dalam hidupnya.
Dalam KS suci nampak jelas bagaimana Maria turut mengambil bagian dalam karya Allah yang mengkomunikasikan diri-Nya kepada manusia. Yang pertama adalah pada saat kunjungan Maria kepada Elizabet, pada peristiwa perkawinan di Kana, ikut dalam sengsara dan wafat Yesus serta berdoa bersama para murid menantikan Roh Kudus. Dalam lawatan kepada Elizabet, Maria membuat Elizabet mengalami keselamatan lewat kehadiran Maria dan anak dalam kandungannya. Sehingga Elizabet dapat mengungkapkan iman bahwa Maria adalah ibu Tuhan bahkan ia memuji Maria sebagai orang percaya yang mengimani Sabda Allah “..dan berbahagialah ia yang telah percaya sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan akan terlaksana” (Luk 1:45). Elizabet memuji berbahagia orang yang percaya akan sabda Allah dan Maria menyanyikan kebenaran iman akan Allah penyelamat, dalam Kidung Magnficat (Lukas 1:46-55).
Sedangkan dalam perjamuan di Kana Maria mengajak para pelayan bahkan memberi nasihat yang baik kepada mereka, untuk percaya pada Yesus dengan mendengarkan dan melaksanakan sabda-Nya. Dengan mengikuti nasehat Maria mereka menyaksikan tanda kemuliaan Yesus sebagai Anak Allah dan menjadi orang yang percaya kepada Yesus (Yoh 2: 1-11). Maria juga ikut dalam sengsara dan wafat Yesus, hal ini menyatakan iman dan pengenalannya akan Yesus sebagai harapan yang datang dari Allah dan bukan sebagai penjahat atau penyesat sebagaimana diyakini oleh para pemimpin Yahudi. Kehadirannya sampai di kaki salib menunjukan bahwa Maria beriman dengan teguh, bahwa Yesus adalah anak Allah yang menjadi harapan dan masa depan manusia (Yoh 19: 25-27). Ia mengkomunikasikan iman tersebut dengan berdiri sebagai saksi di kaki salib Yesus melawan arus ketidakpercayaan orang-orang sebangsanya. Bersama para rasul Maria mengungkapkan iman dan harapannya dengan bertekun dalam doa menantikan kedatangan Roh Kudus sebagaimana dijanjikan oleh Yesus.
Bagi umat manusia, Maria memperkenalkan Yesus sebagai anak Allah mari juga mengajak orang untuk percaya kepada Yesus, Maria berdoa bersama umat dan untuk umat serta memberi teladan dalam hal percaya, mendengarkan, merenungkan dan menyimpan sabda Tuhan dalam hati. Karena itu umat beriman harus dapat hidup seturut dengan teladan Maria dengan membangun kebiasaan mendengarkan Sabda Tuhan, merenungkan dan menyimpannya dalam hati, sehingga menjadi kekayaan iman personal dan menjadi kekuatan bagi pengharapan. Umat beriman harus dapat menjadikan sabda Tuhan sebagai pelita atau terang perjalanan hidup.
Bagi umat beriman, pertama-tama Maria menjadi teladan bahwa untuk menjadi orang beriman kita harus mendengar terlebih dahulu lalu kemudian menjadi percaya dan mengkomunikasikannya kepada sesama. Lebih dari itu menyatakan iman dalam pergaulan dengan sesama, misalnya membantu orang yang ada dalam kesulitan untuk menyadari dan menemukan kekuatan dalam iman kepada Yesus yang hadir di tengah-tengah mereka seperti waktu perjamuan di Kana. Menjadi tabah dalam penderitaan dan kesulitan serta tekun dalam doa karena percaya dan menaruh harapan pada penyelenggaraan Allah yang senantiasa menyertai orang-orang percaya.
Untuk menjadi komunikator harapan dan iman, orang lebih dahulu harus menjadi orang yang beriman dan memiliki pengharapan. Menjadi orang beriman bukan hanya ikut-ikutan tetapi sungguh mengalami secara pribadi kehadiran dan karya Tuhan yang menyakinkan dirinya untuk percaya dan menaruh harapannya pada Allah. Ia menghayati iman dan harapannya dalam praktik hidupnya sehari-hari dan bukan hanya beriman di KTP, di Buku Permandian dan di Sumpah Jabatan. Jadi, komunikator iman dan harapan bukanlah seorang pekerja, seorang hamba, atau seorang upahan melainkan seorang yang hatinya penuh iman dan harapan dan dari kepenuhan hatinya ia mengkomunikasikannya kepada orang-orang di sekitarnya. Seorang komunikator iman dan harapan adalah seorang saksi.
P. Julius Salettia, pr.