Merenungkan Sabda
Kamis, 05 September 2024
Pekan Biasa XXII
(1 Kor.3:18-23, Luk.5:1-11)
Reaksi Simon Petrus merupakan satu kekesalan ketika Yesus meminta Ia menebarkan jala ke tempat yang lebih dalam: ‘Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.’” (Lukas 5:3a, 4). Jawaban Simon menujukan reaksi yang kurang senang: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” (Lukas 5:5). Karena kita tahu Simon adalah seorang nelayan yang ulung? Pastilah dia sudah paham betul ‘medan’-nya dan kapan saat yang tepat untuk menjala ikan. Tapi Simon mencoba untuk melakukan apa yang diperintahkan Tuhan Yesus kepadanya.
Ketaatan Simon tidak sia-sia; Mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak…” (Lukas 5:6, 7b). Pengalaman itu membuat Simon menyadari kerapuhannya dan ketidak-mampuannya: “Tuhan tinggalkanlah aku, sebab aku ini orang berdosa.” Sesudah pengakuan ini, Simon Petrus dan kawan-kawan meninggalkan jalanya dan mengikuti Yesus.
Ketika bertahan dengan ego kita, maka kita tidak pernah menemukan kuasa Allah dalam kehidupan kita. Dalam hal ini Simon hampir gagal, tetapi dia bisa keluar dari egonya yang merasa diri tahu tentang hal menangkap ikan. Akhirnya, dia meninggalkan segala-galanya dan mengikuti Yesus. Simon dan kawan-kawan tiba pada satu titik kesadaran bahwa yang ada pada mereka: ketrampilan dan pengetahuan tetang kelautan, tidak ada artinya dibandingkan dengan Kuasa Tuhan. Untuk itulah mereka meninggalkan apa yang ada pada mereka dan mengikuti Yesus.
Apa yang dikagumi orang dari Seorang Paus Fransiskus yang datang ke Indonesia? Kedatangannya disorot bukan karena sebagai kepala negara Vatikan dan Pemimpin umat Katolik, 1,4 miliar. Tetapi karena kesederhanaannya. Datang dengan menggunakan pesawat komersial, dijemput dengan menggunakan mobil Innova; menginap bukan di hotel Bintang 5 dengan kamar VVIP, tetapi di kedutaan Vatikan dengan kamar yang sederhana. Bahkan ada yang iseng-iseng menyoroti jam tangan yang digunakan oleh paus yang tampak ketika melambaikan tangan, sekitar ratusan ribu. Hal ini sungguh mengagumkan banyak orang. Kesederhanaan inilah yang membuat dia didengar, dihormati dan dikagumi.
Seperti Simon Petrus dan tampak pula dari Paus kita, hal-hal yang mewah, kesenangan manusiawi tidak lagi berarti atau memikat mereka. Yang penting bagi mereka adalah Tuhan dan warta keselamatannya. Kita belum sampai pada level penghayatan hidup dan iman seperti Simon dan Paus. Karena kita masih sibuk dan mengurusi hal-hal jasmani: mempertentangkan soal makan dan minum, memperhatikan dan membicarakan kekuarangan sesama sambil bergosip ria, marah jika keinginan dan kemauan kita tidak dituruti, memusuhi sesama karena kita merasa tersaingi, dan lain-lain yang hanya bersikap jasmani. Orang yang masih berkutat dengan hal-hal di atas berarti belum selesai dengan dirinya sendiri. Sementara orang yang level kehidupan rohaninya sudah baik maka hal-hal negative di atas tidak lagi dipedulikan. Hanya orang yang kehidupan rohaninya dangkal masih sibuk dengan urusan-urusan jasmani seperti itu. Semoga kita tetap mau berusaha agar iman kita tumbuh dan berkembangan seperti yang diiman oleh Paus kita. Amin.
AMDG. Pst. Y.A.
St. Ignatius, Manado