Kesuksesan, Kesejahteraan dan Kemakmuran adalah mimpi setiap orang. Mimpi yang wajib disematkan dan tidak boleh dipersalahkan. Apa yang salah kalau seseorang bercita-cita menjadi sukses, sejahtera dan makmur? Tidak ada sedikitpun kekeliruan di dalamnya. Karena mimpi-mimpi ini menjadi pelecut perjuangan dan penginspirasi usaha. Menjadi soal ketika di zaman modern ini muncul kampanye dan propaganda dengan jargon manis: “Jalan Pintas sukses, sejahtera dan makmur”. Kesuksesan boleh diraih tanpa berpeluh, tanpa berjuang, tanpa usaha dan kerja Keras. Segalanya digampangkan, dipermudah dan dipermulus, tidak perlu bersusah payah. Peribahasa: “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian” menjadi berkurang kebenarannya. Nilai kesetiaan dan pengorbanan menjadi asing dan usaha berproses panjang sarat kesabaran dan kerendahan hati atas dasar saling mendengarkan dan saling percaya menjadi sesuatu yang dihindari.
Kampanye seperti digambarkan di atas tampaknya mempengaruhi banyak orang dan terungkap dalam pengalaman hidup sehari-hari. Ada orang yang dikuasai oleh mentalitas instan, “makang tulang”, mudah putus asa dan tidak bersedia berubah menjadi lebih baik. Ada orang yang bahkan menghalalkan segala cara demi memenuhi nafsu berkuasa dan merebut kekayaan. Ada orang yang secara semena-mena mengeksploitasi alam supaya hidup enak-enak tanpa mengingat generasi yang akan datang. Bahkan ada orang yang tidak bersedia keluar dari zona nyaman dan hidup dalam egoismenya sendiri sementara pada waktu yang sama, ia mendatangkan derita bagi orang lain.
Abraham dalam bacaan Pertama yang direnungkan hari ini memberi teladan bagi orang yang percaya kepada Tuhan. Ia tidak egois dan cari gampang. Ia tidak memberontak dan mencari jalan sendiri, ketika Tuhan memintanya untuk pergi keluar dari zona nyamannya; negeri dan tempat yang sudah memberinya hidup selama bertahun-tahun. Ia membuka diri pada Kuasa Ilahi, taat pada Allah dan bergerak keluar meski mendapatkan ketidakpastian karena ia sendiri tidak tahu Tuhan akan menghantarnya. Ia mendengarkan dan taat pada perintah. Sementara itu dalam Injil Yesus menunjukkan kepada para murid betapa mereka harus naik; mendagi gunung baru kemudian boleh melihat Kemuliaan Tuhan. Mendaki gunung berarti berjuang untuk mencapai puncak dan senantiasa mengarahkan pandangan ke atas; kepada Dia yang Mahatinggi. Gerakan naik ke atas gunung ini juga merujuk kepada gerakan Yesus naik ke atas Kayu Salib. Ia ditinggikan untuk kemudian mencapai Kemuliaan. Karena tanpa Salib tak mungkin ada Kebangkitan. Yesus yang taat itu mendapatkan pengakuan Sang Bapa sebagai Putera yang dikasihi dan meminta semua orang untuk mendengarkan Dia.
Bacaan-bacaan Kitab Suci hari sungguh mengingatkan kita untuk taat dan mendengarkan Tuhan dan dengan demikian kita diminta untuk menjadi orang percaya yang berjuang, yang membuka diri, yang bersedia keluar dari zona nyaman dan tidak membiarkan diri dikuasai oleh semangat instant, cari gampang dan menghalalkan segala cara. Orang Beriman harus selalu bersedia mendaki gunung kehidupannya untuk kemudian boleh menggapai kemuliaan. Mari Berjuang bukan karena ambisi tetapi karena Taat dan mendengarkan Tuhan. (po’)