Merenungkan Sabda
Jumat, 13 September 2024
PW St. Y. Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja
(1Kor.9:16-19.22b-27)
Kita melihat suatu ungkapan jelas: Selumbar dan balok. Selumbar bisa disamakan dengan serpihan jerami kecil atau sehelei rambut atau bulu, yang mungkin terbang dan masuk ke dalam mata. Dan lawanya adalah Balok, sesuatu yang potongan kayu, karena besar dapat dilihat oleh siapa saja.
Yesus mengumpamakan istilah-istilah itu dengan keberadaan orang-orang Farisi tapi juga kepada umumnya manusia yang sangat gampang menjatuhkan penilaian terhadap orang lain sementara tidak mampu melihat diri kita dengan kelemahan-kelemahan kita. Selumbar dimaksudkan oleh Yesus adalah kesalahan kecil. Selumbar yang kecil gampang dilihat pada orang lain sementara balok di depan mata sulit untuk dilihat. Balok diungkapkan Yesus sebagai kiasan untuk kesalahan besar yang mencolok. Bisa dibayangkan balok yang besar di depan mata tidak dilihat dan dikeluarkan sementara selumbar yang kecil pada orang lain bisa dilihat dan dituntut untuk dikeluarkan.
Yesus mengkritik kebiasaan orang-orang Farisi yang suka mencari dan mencela kesalahan orang lain sementara kesalahan dan kelemahan diri yang Nampak jelas diabaikan. Kritikan ini tidak hanya berlaku bagi orang-orang Farisi tapi hidup dalam diri kebanyakan orang; kita juga sering bersikap seperti ini. Menilai dan melihat orang lain dalam kelemahan dan kekurangannya sangat mudah; bahkan bisa sampai pada menghakimi atau membuat vonis jelek terhadap seseorang. Sementara kita sulit untuk mengevaluasi diri dan melihat kelemahan-kelemahan kita.
Adalah lebih baik jika kita tidak tergoda pertama-tama menilai dan menghakimi sesama kita, tetapi melihat dan menilai diri kita terlebih dahulu. Setiap orang punya kelemahan tetapi juga kelebihan. Lebih para lagi ketika melihat kelemahan sesama lalu muali bergosip. Padahal gossip itu lebih pada pikiran dan karangan kita semata untuk menjatuhkan kita. Umunya gossip itu tidak benar tetapi orang suka untuk menyebarkan berita-berita bohon yang cenderung untuk fitnah. Tidak semestinya kita menjadi penentu bahwa orang itu buruk, berdosa dan jahat. Yang perlu kita lakukan terlebih dahulu adalah melihat diri kita dalam keterbatasan dan kelemahan. Kalau kita mulai menilai orang orang lain, secara tidak langsung kita sudah menilai diri kita; Menjelekan dan menghina orang, kita juga sudah menjelekan dan menghina diri kita sendiri. Orang gemar bergosip dan menghakimi, tanda pribadi orang itu tidak beres.
Maka nasehat Yesus ini mengajak kita untuk tidak gampang melihat dan menilai kekurangan dan kehidupan orang lain sebelum kita melihat diri kita, kekurangann-kekurangan dan kelemahan kita. Tuhan mengajak kita untuk senantiasa mengembangkan kwalitas diri kita bukan untuk menilai kehidupan orang lain. Bahwa kita diminta untuk saling membantu dalam mengoreksi kehidupan orang lain adalah wajar tapi menilai dan menghakimi orang lain bukanlah tugas dan kewenangan kita. Biarlah Tuhan yang maharahim yang menentukan hidup orang lain bukan diri kita. Amin.
AMDG. Pst. Y. Alo.
St. Ignatius, Manado