Minggu 11 Juni 2017,
Hari Raya Tritunggal Mahakudus: Kel.34:4-9; 2Kor.13:11-13; Yoh.3:16-18
Ketika mendengar kata Trinitas, yang pertama-tama terlintas dalam pikiran kita adalah misteri. Tiga tetapi tetap Satu. Nah, liturgi pada hari ini menarik perhatian kita pada aspek Cinta Kasih yang diekspresikan oleh misteri trinitas itu. Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah Satu, karena Allah adalah Cinta. Bapa menganugerahkan semuanya kepada Putera dengan kasih; Putera menerima semuanya dari Bapa dengan kasih yang sama; Roh Kudus adalah buah dari kasih timbal balik antara Bapa dan Putera. Liturgi hari ini memang berbicara mengenai kasih yang sedemikian agung itu. Hanya ada satu kalimat dalam keseluruhan bacaan pada hari ini yang menyebut secara tegas tentang Trinitas, yaitu pada bacaan kedua.
Bacaan pertama dari Kitab Keluaran sungguh mengejutkan, karena pernyataan cinta kasih Allah itu terjadi justru segera sesudah bangsa Israel melakukan sebuah pelanggaran mahadahsyat. Perjanjian baru saja disepakati, bangsa Israel langsung berubah menjadi tidak setia. Mereka menuntut dibuatkan “allah” yang bisa disembah secara kelihatan. Ketiak turun dari gunung Sinai Musa terkejut menyaksikan betapa hebatnya pelanggaran yang dibuat oleh bangsa Israel, Iapun menghancurkan Loh Perjanjian yang telah diingkari itu. Selanjutnya apa yang dibuat Allah? Bukannya marah dan menghukum, malah Allah ternyata mengampuni mereka karena perantaraan Musa. Musa diundang lagi untuk naik ke gunung Sinai dengan dua buah Loh batu yang lain untuk menggantikan Loh Perjanjian yang lama. Musa meminta agar Allah menampakkan diriNya. Allahpun hadir dan berjalan di dekat Musa sambil berseru “Allah adalah Tuhan yang maha penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setiaNya.”
Definisi tentang siapa Allah kiranya menjadi jelas lewat pengungkapan cinta kasihNya yang penuh belas kasih itu; cinta kasih yang mengalahkan, cinta kasih yang menutupi, dan cinta kasih yang menghapus dosa-dosa termasuk yang paling berat sekalipun.
Bacaan Injil melengkapi pewahyuan cinta kasih Allah yang luar biasa ini. Yohanes menulis bahwa dalam percakapan dengan Nikodemus, seorang ulama Yahudi yang terkenal pintar dan lurus, Yesus menegaskan kalimat ini: “Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah menganugerahkan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan memperoleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus PuteraNya yang tunggala bukan untuk menghakimi dunia melainkan untuk menyelamatkannya.”
Dalam banyak hal kita mungkin masih seperti kaum Israel pada zaman Musa itu. Meskipun setiap hati kita berhadapan dengan kasih karunia Allah kita masih tetap terus mengkhianatiNya. Kita terlalu sering mengingkari janji setia kita kepada Tuhan, yang setiap tahun diulangi dalam ekaristi pada upacara malam paskah. Kita terlalu gampang mengeluh dan mengingkari kesepakatan kita dengan Tuhan, kita terlalu gampang berpaling tanpa rasa bersalah, kita terlalu sering menganggap pengkhianatan itu sebagai hal sepele. Untunglah kita mempunyai Bapa yang penuh belas kasih, kita mempunyai Putera yang rela menanggung dosa-dosa kita, dan kita mempunyai Roh Kudus yang selalu mendampingi kita.
Don STop