Pada perayaan Ekaristi Hari Minggu Biasa XXVI, 29 September 2024 yang dipimpin oleh Pastor Paroki Bunda Teresa dari Calcutta Griya Paniki Indah (GPI), Pst. Fransiscus Antonio Runtu Pr., umat diajak untuk merenungkan kembali makna sejati dalam mengikuti Kristus.
Perayaan ini mengambil bacaan dari Bilangan 11:25-29, Yakobus 5:1-6, dan Injil Markus 9:38-43.45.47-48. Dalam homilinya, Pastor Fransiskus menguraikan kekuatan pesan Injil Markus yang sederhana namun kuat, berisi ajaran Yesus yang langsung kepada murid-murid-Nya. “Injil Markus adalah Injil terpendek. Dia tidak bertele-tele, langsung menyampaikan kabar baik, mengajarkan Kristus kepada para murid-Nya,” jelasnya.
Pastor Fransiscus menyoroti bagaimana pada awalnya, Yesus ‘ambil hati’ murid-murid dengan melakukan mukjizat dan memberikan makan banyak orang, mengajar sehingga mereka terkenal.
“Seperti biasa kalau baru awal perkenalan, pertama musti ambil hati. Tapi sekarang sulit dibedakan antara ambil hati dengan cari muka,” tukas Pastor Angki sapaan akrabnya.
Namun, setelah itu, Yesus mulai membuka rahasia besar bahwa Mesias yang mereka ikuti akan mati, dan mengikuti-Nya bukan berarti akan selalu senang, tetapi harus siap menderita.
Menurut Pastor Angki. ketika kita menolak suatu tanggungjawab, suatu beban, tugas, Yesus akan bilang enyahlah iblis. “Yesus tidak akan buju, tenang nanti upahmu besar di sorga. Makanya perlu komitmen mengikuti Kristus. “Yesus tidak membujuk dengan janji kemudahan, tapi meminta komitmen untuk memikul salib,” tegasnya.
Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, Pastor Fransiscus mengingatkan umat agar tidak terjebak dalam ambisi pribadi, terutama dalam hal jabatan dan tanggung jawab di gereja maupun masyarakat. Ia mengkritisi sikap iri hati dan kecenderungan untuk hanya mencari keuntungan pribadi.
“Ketika kita berpikir siapa yang paling penting, Yesus akan bilang ‘enyahlah iblis’. Pengurus yang merasa lebih penting dari umat dan tidak peduli dengan tanggung jawabnya, itulah yang disebut ambisi jabatan,” tukasnya.
Pastor juga mengingatkan agar umat tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain, terutama dalam pelayanan. Ia memberikan contoh, sering kali orang yang tidak dilantik dalam struktur gereja justru lebih rajin dan peduli.
“Kalau pengurus-pengurus so merasa lebih penting dari umat, Yesus akan bilang enyahlah iblis. Ketika diberi tanggunjawab, diberi tugas tetapi tidak bikin apa-apa, itulah ambisi jabatan. Mau jadi pengurus tetapi tidak mau urus, tidak bikin apa-apa. Dipilih dan dilantik menjadi dewan, tetapi seringkali yang tidak dilantik mereka justru paling rajin, lebih peduli. Seringkali yang dilantik justru kurang peduli, tapi tidak semua. Ketika yang tidak dilantik, tidak diformalkan, tidak distrukturalkan lebih peduli, orang-orang dilantik justru marah karena urusan mereka sudah dibuat orang lain. Itulah enyahlah engkau iblis,” tukas Pastor.
“Harusnya kita berterima kasih kalau ada orang yang membantu, bukan marah karena mereka mengambil alih tugas kita. Jangan dilarang supaya kita tidak jadi batu sandungan,” katanya.
Mengakhiri homilinya, Pastor Fransiscus mengulangi pesan kuat dari Yesus: “Siapa yang mau mengikuti aku harus memikul salib. Di mana pun, berkorban itu tidak pernah menyenangkan, tetapi itulah jalan yang harus ditempuh jika kita mau setia mengikuti Kristus,” tuturnya.
“Mengikuti Kristus berarti siap berkorban, dan berkorban tidak pernah menyenangkan. Tapi itulah yang membuat kita layak menjadi pengikut Kristus sejati,” sebut Pastor Angki.
Dalam khotbahnya, Pastor Fransiscus menutup dengan pesan kuat dari Yesus: “Siapa yang mau mengikuti aku harus memikul salib.” Pastor menegaskan bahwa pengorbanan dan penderitaan adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan beriman. “Di mana pun, berkorban itu tidak pernah menyenangkan, tetapi itulah jalan yang harus ditempuh jika kita mau setia mengikuti Kristus,” pungkasnya.(Roy)