PF S. Wenseslaus, Martir, Kamis, Pekan Biasa XXV
Bacaan 1 : Hag 1:1-8 Mazmur : Mzm 149:1-6a.9b Injil : Luk 9:7-9
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:
Ketika Herodes, raja wilayah Galilea, mendengar segala yang terjadi, ia merasa cemas, sebab ada orang yang mengatakan, bahwa Yohanes telah bangkit dari antara orang mati. Ada lagi yang mengatakan, bahwa Elia telah muncul kembali, dan ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi zaman dahulu telah bangkit. Tetapi Herodes berkata, “Yohanes kan telah kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal besar itu?” Lalu ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus.
Demikianlah Injil Tuhan.
Renungan: Kecemasan Herodes
Herodes kebanjiran cerita dan berita. Andai ia hidup di era digital sekarang ini, pasti ia akan sibuk membaca media online dan media cetak, menonton televisi, mendengar radio dan sibuk berinteraksi sana-sini lewat akun media sosial: facebook, tweeter, instagram, dan whatsapp group. Luar biasa sibuknya Herodes karena Yesus menjadi trending topics, para pencari berita yang biasanya bergerombol menantinya di depan pintu Kerajaan tinggal satu dua orang. Bukan main, cerita dan foto orang itu masuk menjadi headline Koran-koran lokal dan nasional. Televisi mengulas terus-menerus tentang orang itu.
Betapa cemasnya Raja Herodes mendengar cerita dan berita tentang Yesus. Cinta akan kedudukan, kekuasaan dan popularitas mencemaskannya. Sebagai raja tidak boleh ada orang lain yang lebih kuat dan lebih populer darinya di wilayah kekuasaannya. Yohanes yang terkenal suci dan didengarkan banyak umat sudah dilenyapkannya. Apalagi Yohanes terang-terangan menegur kelakuannya yang buruk dan menyakiti perempuan yang diambilnya secara tidak sah dan bermartabat. Meskipun Herodes sendiri tahu, peristiwa Yohanes pembaptis sangat menurunkan popularitasnya sebagai Raja Wilayah. Ia tidak peduli. Yang penting, tidak boleh ada orang lain yang lebih hebat, lebih punya kuasa, lebih populer, lebih berpengaruh darinya. Cerita baik tentang Yesus justru mencemaskan Herodes. Ia cemas karena semangat egoisme dan cinta diri yang melawan cinta kasih
Saudaraku, kecemasan Herodes, kadang menjadi kegelisahan kita. Kegelisahannya kadang menjadi juga milik kita. Ketika mendengar cerita, membaca di media, atau bahkan menyaksikan secara langsung kesuksesan dan kehebatan orang lain. Ada rasa iri tersembunyi dan rasa pandang enteng terselubung serta berkata dalam hati “ah, masih saya lebih pintar, kaya, lebih cantik, lebih populer dari dia”. Tanpa sadar dunia modern makin memanjakan egoisme dan semangat cinta diri kita.
Mari berkaca pada kecemasan Herodes yang cinta diri dan egois dan belajar berkorban dari Yesus yang mencintai tanpa perhitungan untung rugi dan mengungkapkan kasihNya secara total sampai memberi seluruh hidupnya.