Bacaan: Lukas 5: 1-11
“Keterbukaan Diri pada Maksud Tuhan”
Kehidupan kita selalu saja diwarnai dengan pengalaman kegagalan dan keberhasilan. Acap kali karena keinginan dan optimisme yang begitu kuat membuat kita menaruh perhatian lebih pada pengalaman kegagalan. Apalagi terpukul dengan keadaan kecewa dan merasa tidak berdaya. Simon Petrus dan para nelayan lainnya telah menekuni profesi yang pasti sudah setiap kali mereka lakukan; tapi toh mereka tetap mengalami pengalaman kegagalan. Tentunya sebagai manusia kita pasti sepakat untuk mengatakan bahwa wajar hal itu terjadi karena keterbatasan manusiawi kita. Tetapi ketika kita mengalami kegagalan hal tersebut cenderung kita abaikan dan lebih menaruh orientasi pada kegagalan ketimbang berusaha untuk bangkit dari kegagalan yang ada.
Kisah yang ditampilkan dalam Injil hari ini adalah kisah awal perjumpaan yang luar biasa. Dari sisi Yesus pengalaman perjumpaan dengan para murid tersebut adalah kisah pelayanan awal di daerah Galilea. Hampir sulit untuk dimengerti bahwa meskipun ini merupakan pengalaman perjumpaan awal, namun para murid bisa dengan gampang untuk menuruti perkataan Yesus untuk menebarkan jala lagi. Padahal sudah semalam suntuk mereka mencari ikan sebagai nelayan yang profesional tetapi tidak berhasil. Di sini kita bisa melihat dari sisi para murid bahwa mereka memiliki keyakinan dan iman yang kuat pada Yesus. Keyakinan inilah yang kedepannya menjadi jaminan dalam kancah pewartaan para murid terlebih Simon Petrus. “Bertolaklah ke tempat yang dalam… (“Duc in altum…”) adalah ungkapan yang penuh daya dan makna bagi para murid dan bagi kita semua. Dalam kehidupan, terlebih untuk mencapai keberhasilan kita jatuh pada posisi mengasumsikan keberhasilan tersebut berdasarkan intensitas dan kepadatan kerja. Tapi nampaknya ada nilai yang terabaikan di dalam kita membangun motivasi untuk mencapai keberhasilan yakni ketulusan kita. Ketulusan bukan lebih-lebih soal memberikan secara percuma dan bukan juga soal memasrahkan. Tetapi, pertama-tama soal keterarahan yang diikuti dengan keyakinan yang teguh pada penyelenggaraan ilahi dalam hidup. Posisi inilah yang membuat Simon Petrus dan para nelayan lainnya semacam mengalami titik balik dari keadaan sulit ke keterbukaan pada peluang keberhasilan.
Untuk itu, marilah kita mencoba menerawang kembali akan penggalan-penggalan pengalaman hidup kita. Apakah itu soal kegagalan. Apakah itu soal keberhasilan. Semuanya itu mengarahkan kita untuk mengerti maksud-maksud Tuhan bagi kehidupan kita. Sebagaimana Simon Petrus yang mencoba mengerti akan maksud Tuhan sehingga membawa ia pada kesadaran iman: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Inilah kesadaran yang dialami oleh orang yang mengalami dan mencoba memahami dinamika iman dalam hidupnya.