BerandaRenunganRenungan Harian Katolik 6 Oktober 2024: Komitmen Hidup Perkawinan

Renungan Harian Katolik 6 Oktober 2024: Komitmen Hidup Perkawinan

Published on

spot_img

Minggu 6 Oktober 2024

(Kej.2:18-24; Ibr.2:9-11; Mrk.10:2-16); Hari Minggu Biasa XXVII

Berita mengejutkan terjadi di salah satu kota bahwa hanya pada kuartal ketiga tahun 2023 yang lalu, gugatan cerai yang masuk ke Pengadilan Agama mencapai lebih dari 2000 berkas. Mungkin hal yang sama juga bisa kita temui di daerah lain jika kita mau mencari data tentang besarnya angka perceraian yang terjadi. Data ini di samping memprihatinkan tapi juga mau mengatakan, bahwa ternyata begitu rapuhnya lembaga perkawinan, sehingga dengan mudahnya dan dengan berbagai alasan orang dapat menggugat kembali komitmen, sumpah yang pernah dinyatakannya secara bebas di hadapan orang banyak, dan bahkan di hadapan Tuhan.

Perceraian dalam hidup perkawinan bukan hanya terjadi pada masa sekarang saja, tetapi sudah sejak zaman dulu. Dalam Injil yang kita dengar, orang-orang Farisi mengajukan pertanyaan kepada Yesus, “Apakah diperbolehkan seorang suami menceraikan istri?” Terlepas dari alasan orang Farisi untuk mencobai Yesus, tetapi perceraian memang sudah terjadi pada zaman Yesus.

Praktik perceraian memang ada, karenanya mereka menyatakan bahwa Musa mengizinkan seorang suami menceraikan istrinya dengan memberikan surat cerai. Yesus mengoreksi pemahaman orang Yahudi, Musa mengizinkan perceraian bukan karena ia setuju dengan praktik tersebut, tetapi karena kekerasan hati orang Yahudi yang membuat Musa berbuat demikian. Hanya karena orang tidak lagi bisa dilarang dan diberitahu, hanya karena ngeyel dan bebal, maka Musa mengeluarkan ketentuan hukum perceraian. Tetapi Yesus mengatakan dengan tegas kepada orang-orang Yahudi, bahwa apa yang sudah dipersatukan oleh Allah tidak dapat diceraikan manusia.

Ini yang kemudian jadi dasar bagi Gereja Katolik untuk menetapkan bahwa perkawinan Katolik adalah perkawinan yang monogam dan tidak terceraikan. Ada orang menanggapi,  Gereja Katolik kolot? Padahal zaman sekarang perceraian merupakan hal yang biasa?

Salah satu simbol yang dipakai oleh Gereja adalah hidup perkawinan. Gereja menggunakan simbol perkawinan untuk menggambarkan bagaimana hubungan atau relasi antara Allah dan manusia, antara Allah dan Gereja-Nya. Allah sebagai mempelai pria dan Gereja atau kita sebagai mempelai wanita yang diikat dalam sebuah perkawinan. Dalam ikatan itulah Allah menunjukkan kasih dan kesetiaan-Nya kepada manusia. Maka, sebagaimana Allah yang menunjukkan kasih dan kesetiaan-Nya kepada manusia dalam simbol perkawinan, demikian pula sebenarnya dalam hidup perkawinan harus menunjukkan dan memupuk kasih serta kesetiaan kepada pasangannya.

Memang kita tidak menutup mata pula bahwa dalam perjalanan hidup berkeluarga teristimewa perkawinan, sering dijumpai keluarga yang perkawinannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan diimpikan bersama, yaitu bahagia. Justru yang dijumpai adalah ketidakharmonisan dan perselisihan yang jauh dari kata bahagia. Tetapi yang harus disadari adalah perkawinan bukan hanya sekadar mencari kebahagiaan atau tidak, ada nilai lain yang lebih besar, yaitu kasih dan kesetiaan.

Kasih kepada pasangan dan kesetiaan kepada komitmen yang sudah diucapkan, dua hal yang tampaknya mulai memudar dalam hidup perkawinan sehingga banyak dijumpai masalah dalam perkawinan. Karena itu umat sekalian, saya mengajak kita sekalian, berusahalah untuk senantiasa mengobarkan kasih kepada pasangan dan menjaga komitmen hidup perkawinan, bahkan menjadikan itu sebagai fondasi yang kuat bagi bangunan rumah tangga yang kita bangun bersama. (Pst. Frans Mandagi, MSC)

Ya Yesus, berkatilah selalu keluarga kami. Amin

KONTEN POPULER

Latest articles

Renungan Harian Katolik 11 November 2024: Mengampuni

Senin 11 November 2024 (Tit.1:1-9; Luk.17:1-6); Peringatan St. Martinus dari Tours, Uskup Pengampunan lahir dari sebuah...

Renungan Harian Katolik 10 November 2024: Hati Yang Peduli

Minggu 10 November 2024 (1Raj 17:10-16;  Ibr 9:24-28; Mrk 12:38-44); Hari Minggu Biasa XXXII Kata “peduli”...

Renungan Harian Katolik 9 November 2024: Bait Allah Yang Hidup

Sabtu 9 November 2024 (Yeh.47:1-2,8-9,12; Yoh.2:13-22); Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran Hari ini kita merayakan pesta...

Renungan Harian Katolik 8 November 2024: Cerdik dan Bijaksana

Jumat 8 November 2024 (Flp.3:17-4:1; Luk.16:1-8); Pekan Biasa XXXI Bertindak menyelamatkan diri dari persoalan adalah hal...

More like this

Renungan Harian Katolik 11 November 2024: Mengampuni

Senin 11 November 2024 (Tit.1:1-9; Luk.17:1-6); Peringatan St. Martinus dari Tours, Uskup Pengampunan lahir dari sebuah...

Renungan Harian Katolik 10 November 2024: Hati Yang Peduli

Minggu 10 November 2024 (1Raj 17:10-16;  Ibr 9:24-28; Mrk 12:38-44); Hari Minggu Biasa XXXII Kata “peduli”...

Renungan Harian Katolik 9 November 2024: Bait Allah Yang Hidup

Sabtu 9 November 2024 (Yeh.47:1-2,8-9,12; Yoh.2:13-22); Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran Hari ini kita merayakan pesta...