PW S. Sesilia, Perawan dan Martir
Rabu Pekan Biasa XXXIII
(2Mak 7:1.20-31; Mzm 17:1.5-6.8b.15; Luk 19:11-28)
Bacaan Pertama: 2Mak 7:1.20-31
Pembacaan dari Kitab Kedua Makabe:
Pada waktu itu ada tujuh orang bersaudara beserta ibunya ditangkap. Dengan siksaan cambuk dan rotan mereka dipaksa oleh Raja Antiokhus Epifanes untuk makan daging babi yang haram. Ibu itu sungguh mengagumkan secara luar biasa. Ia layak dikenang baik-baik. Ia harus menyaksikan ketujuh anaknya mati dalam tempo satu hari saja. Namun demikian ia tetap menanggungnya dengan tabah dan besar hati karena harapannya kepada Tuhan. Dengan rasa hati yang luhur ia menghibur anaknya masing-masing dalam bahasanya sendiri, penuh dengan semangat luhur. Dengan semangat jantan dikuatkannya tabiat kewanitaannya, lalu berkatalah ia kepada anak-anaknya, “Aku tidak tahu bagaimana kalian muncul dalam kandunganku.
Bukan akulah yang memberi kalian nafas dan hidup atau menyusun anggota-anggota badanmu satu per satu, melainkan Pencipta alam semestalah yang membentuk kelahiran manusia dan merencanakan kejadian segala sesuatunya. Dengan belas kasih Tuhan akan memberikan kembali roh dan hidup kepadamu, justru karena kini kalian memandang dirimu bukan apa-apa demi hukum-hukum-Nya.”
Adapun raja Antiokhus mengira, bahwa ibu itu menghina dirinya, dan ia menganggap bicaranya suatu penistaan. Anak bungsu yang masih hidup tidak hanya dibujuk dengan kata-kata, tetapi raja juga menjanjikan dengan angkat sumpah bahwa si bungsu akan dijadikannya kaya dan bahagia, asal saja ia mau meninggalkan adat istiadat nenek moyangnya. Bahkan ia akan dijadikannya sahabat raja, dan kepadanya akan dipercayakan pelbagai jabatan negara. Oleh karena pemuda itu tidak menghiraukannya sama sekali, maka raja memanggil ibunya dan mendesak, supaya ia menasehati anaknya demi keselamatan hidupnya.Sesudah lama didesak barulah ibu itu menyanggupi untuk meyakinkan anaknya.
Kemudian ia membungkuk kepada anaknya lalu dengan mencemoohkan penguasa yang bengis itu ia berkata dalam bahasanya sendiri, “Anakku, kasihanilah aku yang sembilan bulan lamanya mengandungmu dan tiga tahun lamanya menyusui engkau. Aku pun sudah mengasuhmu dan membesarkanmu hingga umurmu sekarang ini dan terus memeliharamu.Aku mendesak, ya anakku, tengadahlah ke langit dan ke bumi dan kepada segala sesuatu yang kelihatan di dalamnya. Ketahuilah bahwa Allah menjadikan kesemuanya itu bukan dari barang yang sudah ada. Demikianlah bangsa manusia juga dijadikan.
Jangan takut kepada algojo itu. Sebaliknya hendaklah menyatakan diri sepantas kakak-kakakmu dan terimalah maut itu, supaya aku mendapat kembali engkau bersama kakak-kakakmu di masa belas kasihan kelak.”Belum lagi ibu mengakhiri ucapannya, berkatalah pemuda itu, “Kalian menunggu siapa? Aku tidak akan taat kepada penetapan raja. Sebaliknya aku taat kepada segala ketetapan Taurat yang sudah diberikan oleh Musa kepada nenek moyang kami.Tetapi Baginda, yang menjadi asal usul segala malapetaka yang menimpa orang-orang Ibrani, pasti tidak akan luput dari tangan Allah.”
Demikianlah sabda Tuhan.
Mzm 17:1.5-6.8b.15: Pada waktu bangun aku menjadi puas dengan hadirat-Mu, ya Tuhan.
- Dengarkanlah, Tuhan pengaduan yang jujur, perhatikanlah seruanku; berilah telinga kepada doaku, doa dari bibir yang tidak menipu.
- Langkahku tetap mengikuti jejak-Mu, kakiku tidaklah goyah.Aku berseru kepada-Mu, karena Engkau menjawab aku, ya Allah; sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, dengarkanlah perkataanku.
- Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu.Tetapi aku, dalam kebenaran akan kupandang wajah-Mu, dan pada waktu bangun aku akan menjadi puas dengan rupa-Mu.
Bait Pengantar Injil: Yoh 15:16; Aku telah menetapkan kalian supaya kalian pergi
dan menghasilkan buah yang takkan binasa, sabda Tuhan.
Bacaan Injil: Luk 19:11-28
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:
Pada waktu Yesus sudah dekat Yerusalem, orang menyangka bahwa Kerajaan Allah akan segera nampak. Maka Yesus berkata, “Ada seorang bangsawan berangkat ke negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja. Sesudah itu baru ia akan kembali.Maka ia memanggil sepuluh orang hambanya, dan memberikan mereka sepuluh mina katanya, ‘Pakailah ini untuk berdagang sampai aku kembali.’ Akan tetapi orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan, ‘Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami.’
Dan terjadilah, ketika ia kembali, setelah dinobatkan menjadi raja, ia menyuruh memanggil hamba-hambanya, yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing. Orang yang pertama datang dan berkata, ‘Tuan, mina Tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina.’ Katanya kepada hamba itu, ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik. Engkau telah setia dalam perkara kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota.’ Datanglah yang kedua dan berkata, ‘Tuan, mina Tuan telah menghasilkan lima mina.’ Katanya kepada orang kedua itu, ‘Dan engkau, kuasailah lima kota.’ Dan hamba yang ketiga datang dan berkata, ‘Tuan, inilah mina Tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan. Sebab aku takut akan Tuan, karena Tuan adalah manusia yang keras. Tuan mengambil apa yang tidak pernah Tuan taruh, dan Tuan menuai apa yang tidak Tuan tabur.’ Kata bangsawan itu, ‘Hai hamba yang jahat! Aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau sudah tahu, aku ini orang yang keras. Aku mengambil apa yang tidak pernah kutaruh dan menuai apa yang tidak kutabur.
Jika demikian mengapa uangku tidak kauberikan kepada orang yang menjalankan uang?
Maka sekembaliku aku dapat mengambilnya serta dengan bunganya.’ Lalu katanya kepada orang-orang yang berdiri di situ, ‘Ambillah mina yang satu itu dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh mina itu.’ Kata mereka kepadanya, ‘Tuan, ia sudah mempunyai sepuluh mina.’ Ia menjawab, ‘Aku berkata kepadamu, setiap orang yang mempunyai, ia akan diberi; tetapi siapa yang tidak mempunyai, daripadanya akan diambil, juga apa yang ada padanya. Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku’.” Setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem.
Demikianlah Injil Tuhan.
Renungan: Tak Mampu Percaya
Saudaraku, sepuluh hamba dipercayakan tuannya masing-masing satu uang Mina untuk berdagang. Beberapa waktu kemudian, tuan yang memberi kepercayaan datang meminta pertanggungjawaban. Dua orang pertama sukses menjadi pedangan dan masing-masing menghasilkan laba 10 Mina dan 5 Mina. Sementara orang yang ketiga tidak menghasilkan apa-apa karena memang tidak berdagang.
Apakah kunci sukses dua orang pertama sehinggga boleh menghasilkan sepuluh dan lima Mina? Tentu keduanya sudah bekerja keras dan mengisi hari-hari hidupnya berdagang. Keduanya rajin mengembangkan uang yang dipercayakan. Selain kerajinan dan kecakapan berdagang, modal utama yang dikembangkan keduanya adalah kemampuan untuk percaya. Mereka percaya kepada tuan yang mempercayakan uang. Tidak ada keraguan, kesangsian bahkan kecurigaan. Karena itu mereka menerima dengan penuh suka cita dan mulai membalas kepercayaan yang diberikan dengan mengembangkan uang mina secara efektif-efisien.
Apakah “kunci” kegagalan orang yang ketiga? Pertama-tama karena ketidakmampuannya untuk percaya. Kualitas relasinya dengan si tuan sungguh sangat buruk. Karena itu ia justru tidak percaya, sangsi bahkan mencurigai si tuan sebagai manusia yang keras dan mengambil apa yang tidak pernah ditaruh dan menuai apa yang tidak pernah ditabur. Luar biasa betapa orang ketiga ini sangat dipengaruhi oleh negative thinking, karena itu ia menyimpan uang mina dalam sapu tangannya dan tidak berdagang dan tidak menghasilkan apa-apa. Betapa sulitnya seorang yang dipenuhi pikiran negatif untuk mengembangkan modal yang dipercayakan.
Saudaraku, kemampuan untuk percaya, itulah yang tidak dimiliki orang ketiga. Karena itu dia disebut sebagai orang yang tidak punya apa-apa. Si tuan tidak akan mungkin lagi mempercayakan uang kepada orang yang tidak punya kemampuan untuk percaya.
Kemampuan untuk percaya sungguh-sungguh dimiliki oleh ibu beriman teguh bersama ketujuh anaknya dalam kitab Amsal yang kita renungkan sebagai bacaan pertama hari ini. Kemampuan untuk percaya juga dimiliki dan diperjuangkan Santa Sesilia perawan dan martir.
Saudaraku, marilah hari ini kita belajar untuk memiliki kemampuan untuk percaya kepada Tuhan, percaya pada pada sesama percaya pada diri sendiri. Kalau kita mampu percaya, maka kita akan menghasilkan laba berlimpah ruah. Amin.
P. Steven Lalu, pr
Dengarkan versi audio dari renungan harian ini di website Radio Montini pada link gambar berikut ini: