Peringatan Wajib St. Karolus Borromeus
(Rm. 11:1-2a,11-12,25-29; Mzm. 93:12-13a,14-15; Luk. 14:1,7-11)
Bacaan Pertama: Rm. 11:1-2a,11-12,25-29: Pembacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma:
Maka aku bertanya: Adakah Allah mungkin telah menolak umat-Nya? Sekali-kali tidak! Karena aku sendiripun orang Israel, dari keturunan Abraham, dari suku Benyamin.
Allah tidak menolak umat-Nya yang dipilih-Nya. Ataukah kamu tidak tahu, apa yang dikatakan Kitab Suci tentang Elia, waktu ia mengadukan Israel kepada Allah:
Maka aku bertanya: Adakah mereka tersandung dan harus jatuh? Sekali-kali tidak! Tetapi oleh pelanggaran mereka, keselamatan telah sampai kepada bangsa-bangsa lain, supaya membuat mereka cemburu.
Sebab jika pelanggaran mereka berarti kekayaan bagi dunia, dan kekurangan mereka kekayaan bagi bangsa-bangsa lain, terlebih-lebih lagi kesempurnaan mereka.
Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk.
Dengan jalan demikian seluruh Israel akan diselamatkan, seperti ada tertulis: “Dari Sion akan datang Penebus, Ia akan menyingkirkan segala kefasikan dari pada Yakub.
Dan inilah perjanjian-Ku dengan mereka, apabila Aku menghapuskan dosa mereka.”
Mengenai Injil mereka adalah seteru Allah oleh karena kamu, tetapi mengenai pilihan mereka adalah kekasih Allah oleh karena nenek moyang.
Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya.
Demikianlah sabda Tuhan.
Bacaan Injil : Luk. 14:1,7-11
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:
Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama.
Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka:
“Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah.
Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain.
Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”
Demikianlah Injil Tuhan
Renungan: “Makna kerendahan hati…..”
Pada waktu dijamu di rumah seorang pemimpin Farisi, Yesus mengamati terjadi perubahan perilaku dari orang-orang yang ikut makan bersama-Nya. Ada orang yang mengamat-amati semua hal yang dilakukan Yesus. Tingkah laku dan tatapan mereka penuh kecurigaan. Ada juga yang memilih tempat duduk istimewa yakni tempat-tempat kehormatan. Atas apa yang dilihat, Ia menasihati mereka untuk membangun sikap rendah hati. Apa yang menjadi pengamatan Yesus ini tentu berdasarkan kebiasaan orang-orang setempat. Mereka suka memamerkan dirinya, suka memilih tempat-tempat terdepan dalam perjamuan dan lupa bahwa mungkin ada orang lain yang melebihi mereka. Mereka merasa merekalah yang paling penting dan terhormat.
Kerendahan hati merupakan nilai terpuji dalam kebersamaan. Kerendahan hati adalah pintu masuk kepada kebahagiaan batin. Dari Kitab Amsal kita membaca: “Jangan berlaga di hadapan raja, atau berdiri di tempat para pembesar. Karena lebih baik orang berkata kepadamu: “Naiklah ke mari,” dari pada engkau direndahkan di hadapan orang mulia.” (Ams 25:6-7). Sungguh kerendahan hati menjadi pribadi sungguh berharga. Kerendahan hati adalah sebuah kebajikan yang luhur. Kebajikan kerendahan hati yang benar bukanlah berarti menjelekkan diri sendiri atau membuat kita memiliki rasa rendah diri atau tak berguna dihadapan Allah dan manusia. Kerendahan hati justru membebaskan kita dari perasaan-perasaan seperti itu dan membuat kita semakin memahami diri kita di hadapan Tuhan dan sesama. Kerendahan hati bisa membantu kita untuk menilai diri kita secara tepat. Membantu pula untuk selalu mawas diri ketika berjumpa dengan siapa saja.
Kerendahan hati akan bermakna sejati kalau kita belajar dari Yesus yang tidak memandang ke-Allahan-Nya sebagai milik yang dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Flp 2:7-8). Hidup Kristiani akan leih bermakna bila kita memiliki hidup yang serupa dengan Yesus yang lemah lembut dan rendah hati. Kerendahan hati-Nya mengubah seluruh hidup kita. Kerendahan hati membunuh setiap kesombongan diri kita. Kerendahan hati akan menuntun kita menjadi putera dan puteriNya terkasih. St, Karolus Borromeus sebagai Uskup, telah menghidupi nilai kerendahan hati dalam hidupnya. Nilai ini telah menghantar dia menjadi orang kudus. Kitapun pasti ingin menjadi seperti Santo Karolus ini.
P. Melky Malingkas, pr
Dengarkan versi audio dari renungan harian ini di website Radio Montini pada link gambar berikut ini: