BerandaRenungan“Tangan hampa?”

“Tangan hampa?”

Published on

spot_img

30 April 2017,
Minggu Paskah III:
Kis.2:14,22-33; 1Ptr.1.17-21; Luk.24:13-35.

 

Setelah 3 tahun penuh kejayaan, 3 tahun penuh kenangan, 3 tahun penuh decak kagum karena turut serta menyaksikan segala sesuatu yang dikerjakan oleh Yesus Sang Guru, akhirnya dua orang murid harus memilih pulang kampung. Apa yang dibawa? Tangan kosong. Tentu saja bisa dipastikan bahwa perjalanan pulang kampung itu bukanlah sebuah perjalanan yang menyenangkan karena penuh canda tawa, penuh cerita yang masih tetap hangat diceritakan kembali. Perjalanan itu adalah perjalanan penuh kebisuan, larut dalam hening karena semangat yang dulu bernyala-nyala kini hilang bersama dengan Sang Guru yang telah dibunuh dengan sadis. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa, selain memandang dari jauh seluruh drama berdarah itu.

Mereka tentu sudah bisa membayangkan apa kata orang kampung begitu melihat mereka telah kembali setelah berkelana selama beberapa waktu bersama Sang Guru. Pasti  ada banyak pertanyaan yang harus mereka jawab nanti, terlebih kisah mengenai Sang Guru yang kesohor itu, yang telah membuat banyak mujizat di mana-mana, bahkan yang sanggup menghidupkan orang mati, tetapi akhirnya tidak bisa menolong diriNya sendiri ketika dijatuhi hukuman mati di kayu salib. Sebuah kehilangan yang sangat tragis, kepergian yang begitu pahit untuk dikenang. Dengan asa yang terputus mereka hendak kembali pada cara hidup mereka semula, sambil berusaha melupakan kenangan indah bersama Sang Guru.

Dusun Emaus yang disebut dalam bacaan injil berjarak kurang lebih 11 kilometer dari Yerusalem, bisa ditempuh dengan berjalan kaki pergi-pulang dalam sehari. Dalam perjalanan kembali ke dusun itu, dua orang murid Yesus mengalami sesuatu yang mengembalikan asa mereka yang terputus itu. Cita-cita yang mereka sangka telah berakhir dengan adegan yang sangat mengecewakan ternyata masih tetap cemerlang di depan mata mereka, meskipun ceritanya tidak sesederhana itu. Kedua murid itu menjadi muram ketika seorang musafir mengorek luka yang belum lama tergores dalam hati mereka. Mereka menyangka bahwa sang musafir itu mungkin satu-satunya orang yang tidak melihat adegan penuh darah beberapa hari sebelumnya. Mungin ia juga hanya kebetulan lewat sehingga tidak mendengar sama sekali peristiwa di Jumat keramat yang berlanjut dengan kisah hilangnya jenazah dari Dia yang disalibkan itu. Begitu miskin informasi yang dimiliki sang musafir jika ia tidak mendengar soal gempa bumi dan kegelapan yang meliputi Yerusalem pada pukul 12 sampai pukul 15 di hari Jumat itu, apalagi tirai di Bait Allah sampai terbelah dua, keterlaluan kalau sang musafir tidak mengetahuinya. Sang musafir berpura-pura makin penasaran samil terus mengorek informasi mengenai tokoh yang mereka kagumi itu, sampai akhirnya sang musafir membuka mata kedua murid itu dengan menjelaskan kembali apa yang pernah disampaikannya. Sang musafir akhirnya mengembalikan ingatan mereka dengan adegan yang mereka lakoni pada perjamuan terakhir di ruang atas: Ia mengambil  roti, mengucap berkat, memecah-mecahkan dan memberikannya kepada mereka. Ingatan mereka menjadi pulih, pemahaman mereka mendadak jernih. Ekaristi membuka mata dan hati mereka. Hati mereka yang berkobar-kobar ketika dipancing dalam dialog di tengah jalan kini semkain dimurnikan seperti nyala api yang memurnikan emas dan perak. Tanpa harus merasa malu lagi, mereka bergegas kembali ke Yerusalem untuk memberitakan apa yang mereka alami kepada teman-teman mereka.

Di Emaus mata hati kedua murid itu baru terbuka ketika Yesus yang bangkit menghadirkan kembali ekaristi yang telah Ia wariskan pada malam itu. Baru pada saat itulah mereka menyadari sepenuhnya bahwa orang itu adalah orang yang sama dengan Dia yang telah menetapkan perjamuan kasih itu. Mereka kini benar-benar yakin bahwa Yang Ilahi tenyata benar-benar bisa dialami dan hadir di tengah-tengah mereka. Kehadiran inilah yang memberi harapan baru, kehadiran inilah yang mengembalikan kepercayaan diri mereka yang sempat rontok.

Apa yang bisa lakukan? Yang diminta dari kita ialah membiarkan kehadiranNya semakin mendapat tempat di dalam hati kita. Berikanlah ruang kosong untukNya dalam hati kita. Berikan kesempatan kepada Dia untuk membuat hati kita kembali berkobar-kobar.

Don STop

 

KONTEN POPULER

Latest articles

Renungan Harian Katolik 4 Desember 2024: Belas Kasih Yang Mengenyangkan

Rabu 4 Desember 2024 (Yes.25:6-10a; Mat.15:29-37); Pekan I Adven Mungkin kita pernah menyaksikan berbagai bentuk kebutuhan...

Pembubaran Panitia Konfercab WKRI St Mikael Perkamil

Manado - Rapat Pembubaran Panitia Konferensi Cabang (Konfercab) Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Cabang...

Renungan Harian Katolik 3 Desember 2024: Siap Diutus

Selasa 3 Desember 2024 (1 Kor.9:16-19.22-23; Mrk.16:15-20); Pesta Santo Fransiskus Xaverius, Imam Kita sering melihat orang-orang...

Renungan Harian Katolik 2 Desember 2024: Iman Yang Kuat

Senin 2 Desember 2024 (Yes.2:1-5; Mat.8:5-11); Pekan I Adven Dalam hidup sehari-hari, kita sering menemukan situasi...

More like this

Renungan Harian Katolik 4 Desember 2024: Belas Kasih Yang Mengenyangkan

Rabu 4 Desember 2024 (Yes.25:6-10a; Mat.15:29-37); Pekan I Adven Mungkin kita pernah menyaksikan berbagai bentuk kebutuhan...

Renungan Harian Katolik 3 Desember 2024: Siap Diutus

Selasa 3 Desember 2024 (1 Kor.9:16-19.22-23; Mrk.16:15-20); Pesta Santo Fransiskus Xaverius, Imam Kita sering melihat orang-orang...

Renungan Harian Katolik 2 Desember 2024: Iman Yang Kuat

Senin 2 Desember 2024 (Yes.2:1-5; Mat.8:5-11); Pekan I Adven Dalam hidup sehari-hari, kita sering menemukan situasi...