Merenungkan Sabda
Rabu, 17 Juli 2024
Pekan Biasa XV
(Yes.10:5-7.13-16, Mat.11:25-27)
Tiada kesuksesan tanpa Kegagalan
Tidak selamanya mudah bahkan hampir pasti sulit bersyukur apabila kita berada dalam situasi yang gagal. Perasaan yang dominan ketika berada dalam situasi gagal adalah kesal, memepersalahkan diri atau orang lain, menggerutu, mengeluh dan bahkan putus asah. Kadang sekali kita melihat kegagalan sebagai peluang untuk berkembang. Atau sulit kita melihat kegagalah sebagai suatu kesempatan pula untuk boleh besyukur. Padahal tidak ada satu manusia pun yang hidupnya selalu mulus, tidak ada hambatan, atau semua baik-baik saja. Pasti ada kegagalan-kegagalan yang kita lewat untuk meraih suatu keadaan yang lebih baik.
Yesus juga merasakan kegagalah. Bahkan sampai mengecam beberapa kota karena pewartaanNya, bahkan mujizat-mujizat yang dilakukannya tidak membuat banyak orang percaya. Di kota-kota yang dianggap memiliki kepercayaan kepada Tuhan, jika diperkirakan akan mudah menerima warta dari Tuhan. Yesus juga sering berkunjung di sana, misalanya di Kapaunum. Namun demikian Yesus kesal karena mereka tidak mendengarkan pewartaan dan melakukan pertobatan. Apa yang terjadi? Akhirnya Yesus mengecam kota-kota itu. Bacaan kemarin Celakalah engkau Khorazim, Betsaida. Kaparnaum bahkan dikatakan tidak akan ditinggikan malah akan turun ke dunia orang mati. Keras kecaman Yesus ini karena mereka tidak percaya dan bertobat.
Meskipun kesal dan mengecam untuk kota-kota itu, Yesus lalu tidak menyerah dan kemudian mengundurkan diri dari upaya pewartaan Kerajaan Allah. Kegagalan di suatu tempat bukan berarti kegagalan untuk semua. Atau tidak adanya pertobatan di suatu tempat bukan menggambarkan kegagalan benih sabda Allah. Yang terjadi mungkin benih sabda Allah itu tidak berada pada lahan yang subur. Tetapi mungkin berada di tanah yang berbatu-batu dan tanah yang keras, sehingga tidak bisa tumbuh dan berbuah. Yesus tidak melihat kegagalah ini sebagai suatu malapetak yang menggambarkan kegagalan pewartaan. Yesus menemukan suatu keadaan yang patut disyukuri, yakni Kerajaan Allah memang diperuntukan bagi mereka yang benar-benar mengharapkannya, yakni orang-orang kecil: “Aku bersyukur kepada-Mu, ya Bapa, Tuhan langit dan bumi! Sebab semuanya itu Kau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Kaunyatakan bagi orang yang kecil”. Yesus bersyukur karena benih Kerajaan Allah sungguh nyata pada orang-orang sudah ditentukan Allah. Yesus tidak menyesali atas kegagalan pewartaan pada orang-orang yang merasa diri hebat, pandai dan bijak. Tetapi Yesus mensyukuri karena dengan kegagalan itu, benih sabda Allah jatuh tepat pada orang-orang yang membutuhkannya. Pada mereka itulah keselamatan dinyatakan.
Kita perlu melihat sikap Yesus ini. Mengapa kita focus pada sesuatu yang dipandang gagal? Mengapa kita tidak melihat dibalik kegagalah itu, ada rencana Allah yang lebih besar? Di sanalah kita dapat bersyukur. Bersyukurlah jika kita mengalami kegagalan, karena rencana Tuhan tidak berhenti pada suatu kegagalan, tetapi Dia mempersiapakan kita untuk suatu hal yang lebih besar dan lebih mulia. Nelson Mandela pernah mengatakan: “Kemuliaan terbesar dalam hidup bukan terletak pada tidak pernah jatuh, tetapi bangkit setiap kali kita jatuh.” Semoga dalam situasi apapun kita tidak lupa bersyukur, bahkan dalam situasi yang kelihatan gagal. Dengan demikian kita bisa mengalami kebangkitan hidup. Amin
AMDG. Pst. Y.A.
St. Ignatius, Manado