“Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” (Yoh. 4:13-14).
Berita KOMSOS| Demikian ungkapan P. Paul R. Renwarin, Pr dalam khotbahnya ketika memimpin Perayaan Ekaristi dalam Minggu Prapaskah III, di Paroki Santo Petrus Rasul, Warembungan tepatnya di desa Warembungan, dusun XII Kec. Pineleng. Kab. Minahasa, Minggu (19/3).
Pastor Cardo menghantar umat untuk menghayati tema yaitu ‘Sumber Air Hidup’ . Bagaimana orang Yahudi yang ada dalam pengembaraan keluar dari Mesir menuju tanah terjanji dan mereka mengalami kekeringan. Bagaimana kelompok yang besar, 12 kelompok besar dengan ternaknya berjalan dipadang gurun. Dari Mesir, dari Kairo menuju tanah terjanji jaraknya 880 km. Mereka harus berjalan kaki dan pemandangan yang ada hanya pasir saja karena di tengah gurun sehingga mereka membutuhkan air.
“Makna air untuk kita yang berada disini di Manado berbeda dengan orang yang berada di Timur Tengah. Di Timur Tengah air itu langkah dan sulit didapatkan karena hujan kadang turun, bisa berbulan-bulan tidak turun hujan sehingga jika turun hujan mereka akan sangat bersyukur. Sedangkan di sini, hujan sering turun sehingga orang-orang lebih suka menggerutu jika turun hujan. “ba feto kiri-kanan, ujan lagi. Tu pakaian so nda pernah kering”, ungkap P. Cardo sebagai dosen Sekolah Tinggi Filsafat – Seminari Pineleng.
Menurutnya, pengalaman air di Timur Tengah amat berbeda dengan apa yang terjadi di sini, khususnya di Warembungan. Karena air di Warembungan masih bisa menghidupkan semua orang yang berada di pusat Kota Manado. Tapi saat ini, sudah ada keluhan bahwa pohon-pohon di hutan yang berada di Warembungan mulai dibabat habis mengakibatkan debit air di tempat itu semakin hari semakin berkurang.
“Dalam Tema APP: Keluarga Berwawasan Ekologis berbicara pula mengenai air. Manusia menjadi penyebab terjadinya banjir karena manusia tidak merawat sumber air yaitu pohon-pohon di hutan yang semakin habis. Selain itu, air limbah misalnya air cucian dibuang begitu saja. Dalam hal ini, manusia harus lebih peka terhadap penggunaan air sebab jika bersikap acuh tak acuh maka ia telah berbuat dosa karena secara sengaja memberikan efek kehancuran pada sumber kehidupan kita,“ katanya.
P. Cardo menambahkan bahwa peristiwa Yesus dengan wanita Samaria di sumur membuka pandangan yang baru dari sistem yang lama yang melecehkan orang Samaria di mana orang Samaria dianggap bukan Israel tulen karena keturunannya telah kawin dengan orang-orang tetangga yang dianggap kafir.
“Yesus menekankan penyembahan kepada Allah dalam Roh dan Kebenaran. Dialah sumber air hidup yang menghidupkan semua orang sampai pada kehidupan yang kekal. Perempuan itu percaya kepada Yesus dan ia bergegas pergi ke kota untuk mewartakan tentang Yesus sebagai juruselamat. Orang-orang di kota pun percaya akan hal itu dan iman mereka pun semakin berkembang,” jelas P. Cardo.
P. Cardo memperjelas bahwa dalam baptisan kita telah menerima Yesus dan nanti pada hari Paskah kita akan mengulangi lagi pengalaman iman kita bahwa kita akan menimba dari mata air yang menghidupkan yang keluar dari hati Yesus yang tergantung di kayu salib yang mengucurkan darah dan air. Semoga iman kita kepada Yesus ini semakin bertambah kokoh