Merenungkan Sabda
Kamis, 04 Juli 2024
Pekan Biasa XIII
(Am.7:10-17, Mat.9:1-8)
Umunnya orang berpendapat bahwa iman itu merupakan urusan pribadi seseorang dengan Tuhan. Karena anggapan ini maka tidak sedikit orang yang tidak mau mengusik dan terusik dengan kehidupan iman. Biarlah saya menghidupi iman saya sesuai dengan penghayatan saya. Dalam penghayatan dan menghidupi iman pribadi, Yesus menganjurkan supaya jangan pamer kesalehan pribadi. Kalau bedoa, berdoa di dalam kamar supaya tidak dilihat orang; kalau puasa minyaki wajah supaya tidak diketahui kalau sedang berpuasa. Inilah dimensin personal dari Iman itu . Namun Iman kepada Tuhan tidak boleh dijadikan alasan untung mengasingkan diri dari kehidupan sosial atau persektuan sebagai umat beriman. Perlu kita melihat penghayatan iman dalam dimensi yang lain sesuai yang diungkapkan dalam Injil hari ini.
Dimensi kedua dari iman yang perlu kita perhatikan adalah dimensi Sosial. Keselamatan ternyata tidak hanya buah dari kesalehan pribadi tetapi juga buah dari kesalehan sosial. Kesernbuhan si lumpuh terjadi berkat iman rekan-rekannya. Dengan ini nyatalah bahwa iman tidak hanya berdaya guna untuk keselamatan pribadi, melainkan juga berdaya guna demi keselamatan sesama. Maka iman atau keselamatan bukan semata urusan pribadi tetapi memiliki dampak atau tanggung jawab sosial. Yesus mengatakan: “Ketika Ia melihat iman mereka….” Yesus tidak hanya melihat iman dari si Lumpuh tetapi melihat usaha, kerja sama dan iman orang-orang yang membantu si lumpuh.
Terlalu sering kita mengabaikan kebersamaan dalam mengembangkan hidup beriman melalui Ibadah dan persekutuan umat lainnya; bekerja bersama untuk suatu kebaikan, misalnya kerjak bakti dan gotong royong untuk suatu kegiatan. Soalah-olah itu hanyalah suatu kegiatan bersama yang tidak memiliki arti untuk diri sendiri. Orang hanya focus pada diri dan kegiatanya sendiri. Makanya di paroki kita ini sulit menghimpun orang untuk suatu kegiatan bersama karena beranggapan hal itu tidak ada kaitannya dengan iman pribadi saya. Ingat iman itu memiliki dampak sosial dan iman itu bisa diukur pula dari keinginan kita untuk bersekutu, bergiat bersama. Jangan mengganggap diri beriman jika anda sulit untuk membangun kerja sama dan mengasingkan diri. Kerja sama yang baik dan penuh ketulusan mendatangkan pula pengampunan dosa. Betapa tingginya nilai sebuah persahabatan, penerimaan, dan juga persekutuan. Ketika Yesus melihat iman orang-orang yang mengusung si lumpuh lalu Ia berkata: “….dosamu sudah diampuni…”
Yesus juga mengkritik sikap hidup ahli-ahli taurat, bukan mendukung suatu perbuatan baik malah berpikiran jahat. Merekat tidak berpartisipasi mendukung kebaikan dan kesembuhan sesama yang menderita tetapi malah memata-matai dan mempersalahkan Yesus. Sikap ahli-ahli taurat ini sering juga kita temukan dalam kehidupan umat kita. Ada umat yang jarang berpartisipasi dalam kegiatan barsama, hanya memikirkan kepentingan dirinya, tetapi banyak bicara dan suka mengkritik, merasa diri benar sendiri dan orang lain salah. Tidak hanya sampai di situ bahkan menyebarkan isu-isu yang tidak jelas supaya nama orang jadi jelek. Jika masih bersikap seperti ini kita belum memenuhi tuntutan dimensi dari iman kita. Semoga kita bukan hanya hebat bicara dan mengkritik tetapi lalai dan tidak mau bekerja sama dan menciptakan kebaikan dan keselamatan. Amin
AMDG. Pst. Y.A.
St. Ingatius, Manado