Merenungkan Sabda
Senin, 26 Agustus 2024
Pekan Biasa XXI
(2Tes. 1:1-5.11b-12, Mat.23:13-22)
Dua tugas utama mereka yang diangkat sebagai pemimpin atau lebih khusus lagi sebagai pemimpin umat. Pertama, mengajar orang agar dapat memahami, menemukan dan melaksanakan apa yang baik dan benar dalam hidup. Kedua, adalah menghantar orang agar dekat dengan Allah sehingga pada saatnya memperoleh keselamatan. Pemimpin agama yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik maka akan dituntut pertanggungjawaban yang berat kepadanya melebihi tanggung jawab umumnya orang.
Untuk itulah Yesus mengecam dengan keras sikap pemimpin-pemimpin agama Yahudi. Karena mereka tidak menjalankan fungsi mereka sebagai pemimpin agama Yahudi yang benar. Kecaman Tuhan Yesus berkaitan dengan dua sikap mereka, yaitu: (1) tidak sanggup menjalankan peran sebagai penunjuk arah atau jalan menuju Allah; (2) Lebih mengedepankan kepentingan mereka dan mengajak orang untuk menomorduakan Allah. Sebagai tokoh dan pemimpin agama, mereka seharusnya menuntun umat untuk semakin dekat dengan Allah, tetapi kenyataannya mereka justru semakin membuat orang menjauh dari Allah. Maka Yesus mengecam mereka dengan ungkapan yang keras “Celakalah”.
Yesus sangat tidak suka dengan kepura-puraan atau kemunafikan, yakni adanya ketidaksinkronan antara apa yang terdapat dalam hati dengan yang diperlihatkan dalam praktek hidup nyata. Ketidak-sukaan ini diungkapkannya dengan uangkapan: “Celakalah”. Kalau diartikan kata celaka adalah mendapat kesulitan, kemalangan, kesusahan, dan malang; sial, dan sebagainya. Tentu kita, sebagai pemimpin maupun mungkin sebagai umat pada umumnya, memperbaiki kehidupan kita jika belum ada kesesuaian antara hati, pikiran, perkataan dan tindakan.
Menjadi murid Yesus berarti kita melepaskan diri dari kepura-puraan. Suatu perbuatan baik dan suci harus mengalir dari hati yang tulus dan jujur. Tindakan keagamaan dan belas kasih seperti berdoa, beribadat, memberi bantuan atau beramal, betul-betul kita lakukan dari hati yang tulus dan murni, bukan dengan motivasi-motivasi tertentu atau untuk kemuliaan diri sendiri atau dipuji orang. Baik kita sesuaikan antara apa yang diajarkan, kemudian dihayati dengan baik dan benar lalu muncul dalam perbuatan-perbuatan amal kasih. Jika penghatayan hidup kita seperti yang diharapkan Tuhan maka kita akan mendapat berkat. Tuhan menghendaki kita semua mendapat berkat, bukan celaka. Amin.
AMDG. Pst. Y.A.
St. Ignatius, Manado