
Pada Selasa, 25 Februari 2025, Wilayah Rohani St. Cornelius mengadakan Ibadah Sabda yang bertempat di rumah keluarga Carlosono-Suitan dan keluarga Carlosono-Anger. Ibadah yang dipimpin oleh Ibu Gina Lalamentik ini berlangsung dalam suasana yang penuh kekhidmatan dengan dihadiri oleh 16 umat yang antusias dalam bersekutu dan berdoa bersama.
Bacaan Injil yang diambil dari Markus 9:30-37 menjadi fokus dalam renungan malam itu. Tema renungan yang diangkat adalah “Seorang pemimpin perlu memiliki jiwa melayani, mendahulukan orang-orang yang dilayaninya daripada dirinya sendiri.” Dalam renungannya, Ibu Gina menekankan pentingnya memiliki sikap kerendahan hati sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin sejati, menurut teladan Yesus, bukanlah orang yang mencari kemuliaan atau penghormatan, melainkan yang rela mengabdikan dirinya demi kesejahteraan orang lain.
Yesus mengajarkan bahwa untuk menjadi yang terbesar, seseorang harus terlebih dahulu bersedia menjadi yang terakhir dan pelayan bagi sesama. Ini adalah konsep kepemimpinan yang berbeda dari kebanyakan pandangan duniawi, yang seringkali menekankan kekuasaan dan otoritas. Namun dalam pandangan Kristiani, pelayanan adalah inti dari kepemimpinan sejati. Yesus menggambarkan hal ini dengan memeluk seorang anak kecil, sebagai simbol ketulusan dan kerendahan hati, menunjukkan bahwa menerima dan melayani mereka yang dianggap kecil atau tidak berdaya berarti menerima Dia sendiri.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, renungan ini mengajak umat untuk tidak hanya menempatkan diri sebagai pemimpin yang mendahulukan kepentingan pribadi, tetapi selalu berusaha untuk melayani orang-orang di sekitarnya dengan hati yang tulus. Sikap mendahulukan orang lain adalah cerminan dari kasih Kristus yang tidak mementingkan diri sendiri.

Selain pesan renungan yang mendalam, ibadah ini juga diwarnai oleh kendala teknis berupa pemadaman listrik yang sempat terjadi di tengah berlangsungnya acara. Meskipun demikian, hal tersebut tidak menghalangi jalannya ibadah. Para umat tetap melanjutkan ibadah dengan penuh semangat dan sukacita. Keadaan ini justru menjadi momen berharga yang menunjukkan bahwa iman dan kebersamaan dalam berdoa tidak ditentukan oleh kenyamanan fasilitas, melainkan oleh ketulusan hati untuk terus beribadah kepada Tuhan.
Meskipun sederhana, suasana yang terjalin dalam ibadah tersebut sangat mengesankan. Ibadah tetap berlangsung dengan lancar hingga selesai, membuktikan bahwa kasih dan kerinduan umat untuk bersekutu dengan Tuhan adalah hal yang terpenting, bahkan di tengah keterbatasan teknis sekalipun. Keseluruhan acara ditutup dengan doa syukur dan harapan agar semangat pelayanan yang dibahas dalam renungan dapat menjadi pedoman bagi umat dalam kehidupan sehari-hari.