Merenungkan Sabda
Sabtu, 06 Juli 2024
Pekan Biasa XIII
(Am.9:11-15, Mat.9:14-17)
Puasa adalah salah satu ulah kesalehan yang wajib dilakukan oleh agama Yahudi, selain Doa dan Derma. Maka bisa dimaklumi tiga ulah kesalehan ini pasti akan selulu menjadi perhatian bagi para pemimpin agama Yahudi tetapi juga orang-orang Yahudi yang sungguh menghayati iman mereka. Orang yang taat beragama pasti tidak akan melalaikan tiga ulah kesalehan ini. karen seringnya dipraktekan ulah kesalehan ini maka Yesus mengajarkan bagaiman berdoa, berpuasa dan berderma. Doa yang benar bukan doa yang Panjang-panjang, tetapi doa yang seperti diajarkan oleh Yesus; ada unsur bersyukur dan memuji Tuhan serta permohonan yang tidak betele-tele. Soal derma atau persembahan Yesus mengajarkan bukan soal besar kecilnya, tetapi lebih utama derma itu adalah lambang pemberian diri kita. Jika pemberian kita tulus maka berkenan kepada Tuhan, tetapi jika tidak tulus dan punya tujuan tertentu maka hal itu tidak bernilai di mata Tuhan. Yesus memuji janda miskin karena memberi dengan sepenuh hati meski kecil.
Melalui Injil hari ini, Yesus juga mengoreksi paham puasa untuk orang-orang Yahudi. Puasa dalam konteks Injil hari bukan sekedar menahan diri untuk tidak makan dan minum demi memenuhi tuntutan kewajiban agama. Orang Yahudi dan muird-murid Yohanes memahami sebatas menahan lapar. Itulah yang mereka hayati turun temurun, dari nenek moyang hingga jaman mereka. Berpuasa yang baru adalah dalam nama Kristus; supaya orang lebih dekat dengan Allah, menyucikan diri dan tidak dikendalikan oleh hawa nafsu. Yesus mengajarkan suatu penghayatan baru tentang praktek kesalehan itu dengan mengupamakan ajaran Kristus sebagai ‘anggur’ baru tidak mungkin dimengerti dengan cara lama. ‘Anggur’ yang baru ini hanya bisa diterima dan disimpan dalam kantung yang baru. Anggur yang baru tidak merobek kantung yang lama, namun kantung yang lama tidak mungkin menahan anggur yang baru. Ajaran dan penghayatan yang baru perlu juga disertai dengan pemahaman dan hati yang baru. Jika ajaran baru lalu ditangkap dan dihayati dalam pandangan yang lama maka sulit untuk dimengerti apalagi dipraktekan. Pembaruan perlu terjadi baik dari isi maupun dari kantungnya.
Salah satu pembaruan diri yang ditawarkan adalah melihat banyak hal dalam kacamata iman. Kacamata iman berarti mengakui adanya kelemahan namun lebih memilih melihat dan mengusahakan hal-hal yang baik dan positif. Melihat banyak hal dalam kacamata positif akan jauh lebih membangun dari pada hanya melihat kesalahan dan ketidakberesan. Memang harus tetap menjadi bahan evaluasi, tetapi jika hanya terjebak dalam cara pikir menyalahkan, hidup kita pun akan serba salah. Sebaik apapun yang dikerjakan, hasilnya akan salah dan tidak ada apresiasi. Namun seburuk apapun yang dikerjakan, dengan apresiasi maka keburukan itu akan pelan-pelan berubah menjadi kabaikan-kebaikan.
Semoga ‘Anggur’ baru yang sudah kita terima tidak kita sia-siakan begitu saja dan terbuang semuanya. Kita mengusahakan penghayatan hidup yang berkenan kepada Tuhan. Amin.
AMDG. Pst. Y.A.
St. Ignatius, Manado