Dalam perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai, Yesus mengajarkan tentang pentingnya kerendahan hati dalam doa dan hubungan kita dengan Allah.
1. Kesombongan Orang Farisi
Orang Farisi dalam perumpamaan ini berdoa dengan penuh kesombongan. Ia merasa dirinya lebih baik dari orang lain karena melakukan berbagai praktik keagamaan seperti berpuasa dan memberi persepuluhan. Namun, sikap hatinya tidak benar. Ia membanggakan dirinya sendiri, bukan berserah kepada Allah. Ini adalah peringatan bagi kita agar tidak terjebak dalam kesalehan yang hanya bersifat lahiriah, tetapi jauh dari kerendahan hati.
2. Kerendahan Hati Pemungut Cukai
Sebaliknya, pemungut cukai datang dengan penuh kesadaran akan dosanya. Ia tidak berani menatap ke langit, tetapi dengan hati yang remuk, ia memohon belas kasihan Allah: “Ya Allah, kasihanilah aku, orang berdosa ini!” Sikapnya menunjukkan pengakuan akan kelemahan dan kebutuhan akan kasih karunia Allah.
3. Allah Meninggikan yang Rendah
Yesus mengakhiri perumpamaan ini dengan pernyataan tegas: “Sebab barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan, dan barang siapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Ini menegaskan bahwa Allah melihat hati manusia. Bukan perbuatan lahiriah yang menentukan kedekatan seseorang dengan Allah, tetapi kerendahan hati dan kesadaran akan kebutuhan akan kasih-Nya.
Refleksi untuk Hidup Kita
- Apakah dalam doa kita lebih banyak memuji diri sendiri atau berserah kepada Allah?
- Apakah kita sadar bahwa kita membutuhkan belas kasihan dan pengampunan Tuhan?
- Apakah kita merendahkan orang lain karena merasa lebih benar atau lebih baik?
Marilah kita belajar dari pemungut cukai untuk datang kepada Tuhan dengan hati yang tulus, penuh pertobatan, dan selalu mengandalkan rahmat-Nya. Sebab, hanya dengan kerendahan hati, kita dapat diterima dan dibenarkan oleh Allah. Amin.