Merenungkan Sabda
Rabu, 21 Agustus 2024
Peringatan St. Pius X, Paus
(Yeh.34:1-11, Mat.20:1-16)
Sistem upah yang terjadi pada zaman sekarang ini adalah kerja sesuai dengan job dan kemudian memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian yang disepakati. Inilah yang dinamakan sebagai Perjanjian Kerja atau Kontrak Kerja. Biasanya akan diuraikan dengan jelas syarat-syarat yang perlu dipenuhi seorang pekerja agar memperoleh upah yang pantas. Jika tidak memenuhi tuntutan syarat sebagaimana yang disepakati maka akan ada sangsi pemotongan upah atau bahkan jika kesalahan dilakukan berulang-ulang akan dijatuhi sanksi sampai dengan pemecatan. Inilah prinsip kerja yang berlaku yang berdasarkan perjanjian dan sejauh memenuhi tuntutan perjanjian maka dikatakan adil dan pantas.
Berbeda dengan prinsip Kerajaan Allah sebagaimana yang diungkapkan Yesus dalam perumpamaan tadi. Keutamaan atau mutu hidup yang harus dimiliki oleh mereka yang ingin menjadi bagian dari Kerajaan Allah (2-16), yakni Kemurahan.
Allah adalah Allah yang murah hati, dan oleh karena itu, Ia dapat menerima siapa saja di dalam Kerajaan-Nya sesuai dengan kemurahan hati-Nya. Prinsip keadilah adalah perlu dan baik untuk kehidupan bersama. Tetapi nilai yang perlu dikembangkan untuk memperoleh kerajaan Allah adalah sikap murah hati. Maka tuntutan sikap sebagai orang percaya bukan hanya berhenti pada keadilan. Kalau begitu kita tidak ada lebihnya dengan orang lain. Allah menghendaki kita untuk bermurah hati. Hati kita murah untuk tercurah kepada sesama yang membutuhkan. Seperti sikap Allah yang memperlakukan mereka yang masuk terakhir maupun terdahulu memperolah upah yang sama.
Berbeda denga sikap iri hati. Sikap iri hati bertolak belakang dengan sikap murah hati. Iri adalah perasaan yang muncul ketika seseorang tidak memiliki kualitas, prestasi, atau kepemilikan yang diinginkan atau berharap orang lain tidak memilikinya. Aristoteles menyebut perasaan iri sebagai rasa sakit saat melihat keberuntungan yang dimiliki oleh orang lain yang diakibatkan oleh dorongan untuk memiliki apa yang seharusnya dimiliki oleh diri seseorang.
Salah satu contoh yg baik tentang kemurahan hati yang ditunjukan oleh St. Pius X. Dia biasa memberikan segala yang ia miliki demi membantu mereka yang membutuhkan. Seringkali saudarinya harus menyembunyikan sebagian pakaiannya agar jangan sampai Don Sarto (napa Sapaannya) tidak mempunyaibpakaian untuk dikenakan. Dalam surat wasiatnya, ia menulis, “saya dilahirkan miskin, saya hidup miskin, saya berharap mati miskin.” Suatu ungkapan kemurahan dan kerendahan hati.
Mari kita melihat diri kita mana lebih menonjol sikap murah hati atau iri hati. Memang bukan perkara mudah mengembangkan sikap murah hati, sebab sangat terkait dengan sifat dasar setiap orang, yakni ego atau keakuan. Tetapi yang perlu kita sadari Allah memberi penghargaan, bukan berdasarkan siapa yang lebih dahulu atau berdasarkan urut-urutan, siapa yang senior, siapa yang lebih banyak tahu, tetapi siapa yang bermurah hati: “demikianlah yang terakhir menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu menjadi yang terakhir.” Amin.
AMDG. Pst. Y. Alo.
St. Ignatius, Manado