Merenungkan Sabda
Rabu, 03 Juli 2024
Pesta St. Thomas, Rasul
(Ef.2:19-22, Yoh.20:24-29)
Dalam kalangan para rasul ada tiga nama yang pernah mengkhianati Yesus yakni Yudas, Petrus dan Thomas. Tapi mengapa kalau memberi nama pada anak, orang tua katolik lebih memilih nama Petrus dan Thomas ketimbang Yudas? Jawabannya simple yakni “track record” Petrus dan Thomas lebih mumpuni karena mereka berkhianat tapi lalu bangkit menjadi rasul militan hingga mempersembahkan mahkota kemartiran bagi Tuhan sedangkan Yudas mati dalam dosanya.
Hari ini Bunda Gereja merayakan Pesta St. Thomas Rasul. Mendengar nama ini otomatis terpikir orang yang kurang percaya. Bayangkan, di depan para rasul lain, ia tegas menyatakan: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu …, aku sama sekali tidak percaya”. Thomas minta bukti fisik yang bisa dipegang tangan dan bisa dilihat kasat mata. Lebih dari itu, penegasannya tidak hanya mengungkapkan ketidakyakinan tapi sekaligus kejujuran dan isi hatinya. Tapi semua keteguhan itu ambyar ketika Yesus kembali menampakkan diri dan meminta Thomas melakukan apa yang ia katakan. Kata Yesus: “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkanlah ke dalam lambung-Ku, dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah”. Thomas lalu bersujud dan membuat pengakuan iman: “Ya Tuhanku dan Allahku”. Di sini Thomas mengerti bahwa imanlah yang menolong budi karena indra kita tak mencukupi.
St. Thomas adalah gambaran rasul yang selalu mencari bukti dari iman kepercayaannya. Ia tidak puas jika hanya “katanya”, mendengar dari orang lain. Ia rindu untuk mengalami dan berjumpa pribadi dengan yang ilahi. Istilah fides querens intelectum (iman yang mencari kebenaran) kiranya sangat tepat disematkan pada pribadi rasul ini. Ia mencari bukti namun sudah mempunyai dasar iman. Jadi titik pijaknya adalah iman terlebih dahulu, baru dengan iman itu ia mencoba menalarnya. Akhirnya ketemulah “Ya Tuhanku dan Allahku”. Segala kebesaran Tuhan hanya bisa kita terima dengan kekaguman dan kepasrahan manusiawi. Dihadapan Dia yang agung kita hanya bisa berlutut dan menyembah.
Pesta St. Thomas ini mengajak kita merenungkan kembali perjalanan hidup beriman kita yang kadang ditandai keraguan dan ketidakpercayaan. Ada saat kita kuat tapi juga ada saat kita lemah. Namun seperti Thomas yang diubah total oleh dialog kebangkitan Yesus, mari kita membuka hati pada Tuhan agar DIA pun dapat mengubah kita sehingga tidak perlu meminta bukti untuk percaya. Ingat Sabda Yesus: “Berbahagialah yang tidak melihat namun percaya.”
AMDG. Pst. Y.A.
St. Ignatius, Manado