Merenungkan Sabda
Kamis, 27 Juni 2024
Pekan Biasa XII
(2Raj.24:8-17, Mat. 7:21-29)
Perikop ini merupakan bagian terakhir dari seri pengajaran Yesus di bukit. Ujung dari pengajaran itu berkaitan dengan mendengarkan sabda Tuhan. Setiap orang yang hidup perlu untuk membangun rumah. Bentuk dan gaya bangunan rumahnya terserah selera masing-masing orang. Namun masing-masing rumah harus mempunyai pondasi dasarnya. Itulah yang membedakan orang beriman dengan orang yang tidak beriman, yakni pondasi dasar dari bangunan itu. Pengajaran atau khotbah di bukit menjadi pondasi dasar hidup orang beriman. Yang mendengar dan melaksanakan tidak akan mudah goyah ketika badai hidup datang. Namun yang mendengar dan tidak melaksanakannya akan dengan mudah hacur karena badai hidup.
Badai kehidupan itu ada banyak wujudnya. Kita bisa mengalami pergumulah hidup, baik kelemahan pribadi, atau masalah keluarga bahkan ada yang mengalami nasib apes. Orang yang tidak memiliki landasan kehidupan yang kokoh ketika menghadapi situasi sulit dalam hidup akan mudah putus asa, tertekan, bahkan sampai frustasi menghadapi hidup. Tetapi mereka yang memiliki landasa kokoh akan kuat, tidak mudah goyah, karena pergumulan hidup adalah bagian dari hidup manusia. Bagi orang yang percaya, persoalah hidup adalah tantangan untuk permurnian hati dan jiwa sehingga berkembang maju; bagi orang yang kurang percaya tantangan adalah hambatan dan kemalangan. Tantangan kehidupan adalah latihan untuk kelak bisa melewati penghakiman terakhir. Yesus menegaskan: “Pada hari terkahir banyak orang akan berseru kepadaku….” Mereka yang percaya karena mendegar dan melakukan Sabda Allah tidak perlu kwatir karena dikenal oleh Tuhan. Namun mereka yang tidak melaksanakan Sabda Kehidupan akan menghadapi kenyataan bahwa Yesus tidak mengenal mereka.
Satu hal yang menarik kita renungkan. Kita sering terjebak dalam keyakinan ini. Aktivitas kehidupan dan pelayanan yang padat dapat membuyarkan inti dari kepercayaan kita pada Tuhan. Ada umat yang suka mengikuti segala pelayanan sana-sini, semua kelompok doa dan kerasulan diikuti, kebaktian dan kebangunan Rohani tidak pernah dilewatkan, rekoleksi dan retret semua dilahap dengan baik, memimpin ibadah tidak pernah ditolak. Tetapi sayangnya kehidupan keluarga: anak-anak dan suami/istri terabaikan, tidak pernah doa bersama keluarga, anak-anak tidak dibina dalam iman yang kokoh sehingga dengan mudah lompat pagar. Mereka tidak pernah makan bersama sambil mendengarkan pengalaman atau sharing masing-masing anggota keluarga. Injil hari ini menyindir kita yang jadi aktivis dan hanya mencari popularitas serta sanjungan supaya dipuji, namaun tidak peduli dengan kehidupan dan penghayatan iman yang sesungguhnya. Jangan-jangan Yesus kemudian mengatakan kepada kita: “Aku tidak pernah mengenal kalian! Enyalah dari pada-Ku,….”
Banyaknya aktivitas bukan menjadi jaminan memperoleh hidup yang sejati. Tetapi mesikipun satu atau aktivitas terbatas tetapi kita laksanakan dengan sungguh-sungguh sesuai perintah Tuhan, itulah yang berkenan dan meyukakan hati Tuhan. Amin.
AMDG. Pst.Y.A.
St. Ignatius, Manado