Merenungkan Sabda
Sabtu, 15 Juni 2024
Pekan Biasa X
(1Raj.19:19-21, Mat.5:33-37)
Ketika kita mendengar kata āsumpahā, apakah masih menggugah di hati kita terhadap maknanya? Karena banyak orang yang gampang mengatakan sumpah, tetapi tidak sungguh melakukan atau berkomitmen terhadap sumpah yang dia ucapkan. Akibatnya ketika orang disumpah karena suatu jabatan, sumpah itu sekedar ritual yang biasa; bukan lagi suatu upacara yang sacral atau yang memberikan makna baik bagi yang mengucapkan maupun mendengarkan. Makanya untuk umat Katolik lebih memilih berjanji dari pada bersumpah. Yesus memang melarang untuk bersumpah. āā¦ā¦jangan sekali-kali bersumpahā¦., baik demi langit,ā¦. maupun demi Bumiā¦.. jangan pula bersumpah demi kepalamuā¦.ā.
Dua prinsip yang dianjurkan oleh Yesus melalui sabda-Nya ini, yakni:
Pertama, kita tidak dapat mengetahui secara pasti apakah kita akan bisa menepati sumpah yang kita buat. Fakta bahwa kita rentan membuat kesalahan ketika membuat keputusan, yang merupakan bagian dari kelemahan kita, maka sumpah bisa terungkap dalam mulut sesorang karena kelemahan atau keteledoran, atau untuk menutupi kelemahan diri. Misalnya orang yang mempertahankan diri dari tuduhan atas kesalahan. Ingin meyakinkan orang yang menuduhnya, dia bersumpah agar orang percaya bahwa dia tidak melakukan kesalahan. Padahal sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan.
Kedua, kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan ā hanya Allah yang tahu. Kita tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi besok (Yak.4:14), sehingga bersumpah bahwa ākita akanā atau ātidak akanā melakukan sesuatu adalah sebuah kebodohan. Allahlah yang memegang kendali kehidupan; bukan diri kita. Dia ābekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allahā (Rom.8:28).
Dengan mengetahui prinsip ini, kita dapat melihat alasan Yesus melarang bersumpah. Tetapi dari segi iman, tindakan bersumpah menujukkan lemahnya integritas diri dan juga iman-percaya kita. Sebagai orang yang beriman sejati, perkataannya saja sudah cukup membuat orang lain percaya. Tentu yang diharapkan dan ini pula yang dikehendaki Yesus adalah semua perkataan kita sungguh benar dan berbobot sehingga dapat dipercaya tanpa harus bersumpah. Ketika mengatakan āyaā atau ātidakā maka itulah yang benar-benar kita maksudkan dan lakukan. Menambah janji atau sumpah pada kata-kata kita membuka diri kita terhadap pengaruh setan, yang memiliki keinginan untuk menjebak dan menodai kesesaksian kita sebagai orang percaya.
Jika kita telah membuat sumpah dengan bodohnya dan menyadari bahwa kita tidak dapat menepatinya, kita harus mengakuinya di hadapan Allah. Sumpah yang dilanggar meskipun serius, bukan perkara yang tidak termaafkan jika dosa itu diakui dan dibawa ke hadapan Allah dengan penuh kejujuran dan ketulusan. Allah tidak akan memaksa kita untuk mempertahankan dan menjalankan sumpah yang dibuat dengan coroboh. Mengikuti nasehat Yesus, hendaknya kita tidak perlu bersumpah. Sebagai orang percaya, apa yang kita katakan dan ucapkan sesuai dengan hati nurani kita dan kita berkomitmen untuk menjalankannya sehingga tidak perlu bersumpah. Seorang beriman megatakan āyaā atau ātidakā saja sudah cukup dan dapat dipercaya. Amin.
AMDG. Pst.Y.A.
St. Ignatius, Manado