Merenungkan Sabda
Rabu, 26 Juni 2024
Pekan Biasa XII
(2Raj. 22:8-13;23:1-3, Mat.7:15-20)
Belum lama ini seorang hamba Tuhan terkenal terjerat penistaan agama, gara-gara membandingkan Ibadah agamanya dan agama orang lain. Bagi agamanya cukup sekali ibadah karena persembahannya cukup dan jemaatnya memberikan perpuluhan yang besar. Sementara agama lain harus beribadah lima kali dengan gerakan-gerekan yang ditentukan. Ia memahami Tuhan agamanya lebih gampang memberikan berkat sementera Tuhan agama lain butuh usaha yang keras dengan menyindir gerekan-gerakan yang dibuat oleh agama tertentu. Akibat dari bualanya ini, dia harus berurusan dengan pihak yang berwewenang. Sebagai hukuman sosial atas sikapnya itu, banyak nitizen yang menguliti kehidupan keluarganya. Ternyata hamba Tuhan ini memperdaya jemaatnya memberikan persembahan supaya dia bisa hidup mewah; bisa memakai pakaian, perhiasan dan limburan yang mewah. Dari sini lalu banyak orang menilai bahwa hamba Tuhan bukan hamba Tuhan yang baik atau sejati.
Tuhan Yesus menunjukkan kepada kita tanda yang jelas. Nabi-nabi Tuhan menghasilkan buah-buah kebaikan dalam karya dan hidup mereka. Dari diri dan pelayanan mereka akan dihasilkan hal-hal yang baik, seperti kasih sayang, kerendahan hati, damai sejahtera, sukacita. Sedangkan nabi palsu tak segan-segan āmemangsaā jemaatnya, dalam arti ia memanfaatkan orang-orang yang dilayaninya untuk memperoleh keuntungan. Nabi-nabi macam ini sering memanipulasi firman Tuhan hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Terhadap nabi-nabi macam inilah Tuhan Yesus meminta kita untuk waspada karena mereka akan membahayakan hidup kita. Jangan sampai kita hanya terbujuk oleh rayuan-rayuan manis atau tawaran-tawaran yang menggiurkan padahal semua itu dilakukan hanya untuk mengelabui kita guna mendapatkan keuntungan dari kita. Hendaklah kita bersikap kritis berhadapan dengan nabi-nabi macam ini.
Ajakan Tuhan ini sekaligus juga mengundang kita untuk menjadi nabi-nabi yang baik. Karena pembaptisan kita juga menerima martabat raja, iman dan nabi. Jadi kita juga bisa menjadi nabi yang baik tetapi juga bisa menjadi nabi palsu. Nabi palsu itu kelihatan baik tapi hatinya busuk: suka memusuhi, menjelekan dan bergosip dan merasa diri paling benar. Ada juga yang terang-terangan menyebut diri sebagai Hamba Tuhan, atau Evangelis, atau Penatua, Diaken, bahkan ada yang menyebut diri Pastor (bukan pastor yang tertabis). Kita perlu kritis berhadapan dengan orang-orang seperti ini kerena memiliki motivasi tertentu. Ada yang cari-cari pengikut supaya banyak orang berada dalam persekutuan mereka sehingga banyak pemasukan yang diperoleh. Jadi motivasinya adalah UUD; bukan UUD 45, tetapi Ujung-Ujungnya Duit. Kita tidak perlu mengukuhkan diri sebagai nabi atau hamba Tuhan, berbuat saja yang baik, kita akan disebut murid Tuhan yang sejati. Amin.
AMDG. Pst.Y.A.
St. Ignatius, Manado