Perkawinan dan Selibat adalah Pilihan Hidup
Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan mempunyai keistimewaan tersendiri dibanding makhluk ciptaan yang lain. Hal ini karena hanya pada manusialah terdapat rasio dan kehendak bebas, lebih dari pada itu manusia adalah gambar dan citra dari Allah sendiri. Allah menciptakan manusia tentu dengan tujuan dan manusia harus mengerti dan menanggapi tujuan Allah itu dengan menghargai kehidupan, baik diri sendiri maupun kehidupan orang lain.
Tujuan Allah menciptakan manusia yakni untuk beranakcucu dan memenuhi muka bumi. Sebelum manusia beranakcucu dan memenuhi muka bumi manusia harus menjalin hubungan yang khas antara pria dan wanita. Hubungan yang khas ini kemudian berlanjut hingga pada ajang pernikahan. Di sana pria dan wanita dapat bersatu untuk menghasilkan keturunan. Pria dan wanita dapat menjadi satu karena diikat oleh hubungan cinta kasih dari Allah.
Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak menikah?
Menikah dan tidak menikah adalah dua bentuk pilihan hidup yang mempunyai tujuan sama namun ditampilkan dalam cara yang berbeda. Para keluarga membangun rumah tangganya dengan dasar cinta, demikian pun mereka yang memilih hidup sebagai imam Kristus, membangun kehidupan imamatnya juga dengan dasar cinta.
Dalam Injil Matius, Tuhan Yesus bersabda “Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga.” (Mat 19:3-12).
Ini berarti baik hidup berkeluarga maupun hidup selibat demi Kerajaan Allah sama-sama menjadikan cinta sebagai dasar pijakan mereka.
Allah adalah cinta. Karena itu Allah menciptakan manusia dengan penuh cinta, maka manusia memiliki martabat sebagai manusia yang disertai dengan cinta. Manusia selalu mengekspresikan cinta kepada semua orang, terlebih khusus suami dan istri seharusnya dengan tulus dan tanpa setengah-setengah saling mencintai, karena Allah menciptakan manusia dengan cinta yang penuh. Maka hendaknya setiap manusia selalu mengaplikasikan cinta dari Allah dalam hidup keseharian.
Seorang dosen moral pernah berkata: “Jangan pernah mengklaim diri sebagai manusia jika engkau gagal mencintai dalam hidup.”
Perkawinan dan Selibat: Semua karena Cinta dan untuk Cinta
Perkawinan dan selibat dapat terjadi karena ada satu ikatan yang pasti itulah “cinta”. Tanpa cinta maka manusia tidak dapat menjalani perkawinan dengan baik. Sama halnya pula dengan selibat. Keduanya dapat berjalan dengan mulus karena cinta. Bayangkan saja jikalau seorang pria yang telah menikah dengan istrinya namun di dalam diri mereka berdua tidak ada rasa cinta yang tulus. Atau seorang imam yang telah mengikrarkan kaul/janjinya untuk tidak menikah dan memilih hidup selibat namun dalam praktik hidupnya ia tidak mencintai panggilannya sebagai seorang imam yang selibat. Apa yang terjadi nantinya? Sudah tentu kebahagiaan hanya sebatas impian.
Perkawinan dan selibat adalah cara manusia untuk mengekspresikan cinta yang telah diberikan Allah kepada manusia dan serentak sebagai simbol cinta manusia kepada Allah.
Rasul Paulus dalam 1 Kor 7:1-40, mengajarkan tentang perkawinan dan kehidupan selibat. Dalam ayat 1-16 dibicarakan tentang perkawinan yang sifatnya tak terceraikan. Paulus mengatakan bahwa adalah baik jika mereka (pria/wanita) kawin, dengan maksud bahwa dengan kawin mereka dapat memenuhi kebutuhan dan kewajiban dari istrinya atau suaminya. Mereka tidak bisa berkuasa atas diri mereka sendiri jikalau mereka telah kawin.
Jika mereka telah kawin mereka tidak boleh saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan dari kedua belah pihak untuk sementara waktu atau dalam waktu yang cukup lama. Agar mereka dapat mempunyai kelonggaran waktu atau kesempatan untuk berdoa. Setelah itu hendaklah mereka dapat kembali bersama-sama lagi. Dengan tujuan agar iblis jangan masuk dan menghancurkan kehidupan perkawinan mereka. Sebaiknya seseorang harus kawin agar ia tidak hangus karena hawa nafsu. Dalam perkawinan, suami istri harusnya seia sekata dan seperasaan (perasaan cinta dan sayang yang murni). Setia dan taat tanpa menaruh curiga satu dengan yang lain. Inilah nilai-nilai yang harus dijaga dalam perkawinan.
Bagaimana dengan mereka yang tidak kawin?
Tidak ada salahnya juga jika ada orang yang memilih untuk tidak kawin. Pilihan adalah kebebasan, dan kebebasan ini harus disertai dengan tanggung jawab. Paulus mengatakan bahwa adalah baik bagi laki-laki kalau ia tidak kawin, mengapa? Karena dengan begitu ia dapat menjaga dirinya dari percabulan yang keliru. Ia dapat berkuasa atas diriya sendiri. Sama halnya juga dengan perempuan, jika ia tidak kawin maka ia dapat mengontrol dan menjaga dirinya dari kenajisan. Rasul Paulus menjelaskan bahwa menjadi murid Kristus tidak mutlak harus mengubah status hidup, misalnya: dari hidup menikah menjadi hidup selibat. Karena keduanya dimintai tuntutan yang sama yaitu pertanggungjawaban terhadap pilihan hidup yang bebas. Selain itu keduanya mendasarkan diri pada cinta.
Salah satu pilihan hidup yang perlu untuk dilihat berikut ini adalah pilihan hidup sebagai imam Kristus atau selibater.
Selibat merupakan salah bentuk panggilan hidup yang terarah pada tiga nasehat injili, yaitu kemiskinan, ketaatan dan kemurnian.
Panggilan hidup selibat secara khusus dikaitkan dengan nasihat kemurnian. Kitab Hukum Kanonik, menyebutkan bahwa “Nasihat injili kemurnian yang diterima demi Kerajaan Allah, yang menjadi tanda dunia yang akan datang dan merupakan sumber kesuburan melimpah dalam hati yang tak terbagi, membawa serta kewajiban bertarak sempurna dalam selibat” (kan. 599). Kelanjutan tugas Kristus secara khusus diserahkan kepada para rasul dan para penggantinya Pengganti para rasul adalah para uskup. Sementara imam adalah rekan kerja uskup dalam melaksanakan misi Kristus di dunia. Imam berkat pengurapan Roh Kudus ditandai dengan meterai istimewa dan bertugas untuk melanjutkan tugas Kristus yakni sebagai imam, raja dan nabi.
Evi Martika Dewi Kasiahe